“Hmm… maaf
tapi kamu sudah salah paham!” KiKi hari itu dengan berat hati melangkahkan
kaki ke panti, berharap dapat menemukan jalan keluar dari masalah yang
mengganggunya akhir-akhir ini.
JunHyung menatap KiKi dengan penuh tanda tanya.”Salah paham?
Mengenai apa?”
KiKi yang tadinya menunduk saat meminta maaf , mendongakkan
kepala melihat reaksi JunHyung. “Hmm… mengenai pernyataan ngawur yang dibilang Furukawa 3 hari yang lalu,
aku…benar-benar minta maaf nggak langsung men-clear kannya.”
“Ooh... mengenai itu…” JunHyung tersenyum kecil,” Salah
paham yah?? Hmm… apa kamu berfikir aku menyukaimu?”
KiKi terbelalak mendengar perkataan Junhyung,”Ja-jadi…
reaksi waktu itu…?”
JunHyung tertawa, ini untuk pertama kalinya KiKi melihat
ekspresi ini. Dia sedikit terkejut, JunHyung tertawa seperti baru mendengar sebuah lelucon.
“Ehem..ehem… maaf… jadi sampai dimana kita tadi?”
KiKi masih terkejut, dipandanginya JunHyung seperti orang
asing yang aneh.
“Hei!!” JunHyung mengembalikan kesadaran KiKi, KiKi tersadar
layaknya orang yang baru ketiduran.
“Ah! Yah… ja- jadi kamu sebenarnya?”
“Hehe…Gomen..gomen…
aku nggak sengaja mendengar pembicaraan kalian.”
Kali ini KiKi benar-benar tersentak ,” Eiiiiiih!!!!
Pembicaran yang mana?”
JunHyung masih cekikikan, didekatinya KiKi lalu dengan
santai dia membisikkan sesuatu,”Kamu su-ka ama Yuki… desu yo?”
KiKi melotot, dipandanginya JunHyung dengan tatapan tak
percaya. JunHyung menjulurkan lidah tengil. KiKi nggak pernah menyangka, kalau
JunHyung ternyata Cuma akting?! Rasa
bersalahnya yang tadinya melekat begitu besar langsung meluap seketika.
“Lalu apa maksud dari tingkah menyebalkanmu waktu itu?!”
Suara KiKi meninggi, Junhyung terbelalak.
“Ano… aku mau ngetes reaksi Yuki aja sih sebenarnya, kenapa
dia harus bo’ong, padahal aku lihat sendiri kalau dia juga nguping.” KiKi
melihat JunHYung dengan tatapan penuh tanda tanya.
“Ok… jadi… aku nggak sengaja lewat waktu itu, sebenarnya aku
nggak ada niat nguping, tapi… aku lihat Yuki mengendap-endap dibalik pohon
tempat kalian bisik-bisik…hmm waktu mau mendekat, aku dengar Wulan teriak kalau
kamu suka ama Yuki.”
KiKi merasa benar-benar sudah dipermainkan, “Ka-kalian
benar-benar nyebelin!!!!” KiKi menatap marah JunHyung dan dengan kesal dia
pergi meninggalkannya, tapi belum jauh dia pergi dia kembali lagi,”Kalau Wulan
sampai MATI! Itu semua karena KAMU! Oh… nggak ..itu karena KALIAN!!!” Furukawa yang baru saja
menampakkan diri ikut kena semprot KiKi, dia melongo nggak mengerti. Di
tatapnya JunHYung yang seperti baru kena hentakan dahsyat, kaku. KiKi menatap
kedua laki-laki yang berdiri penuh tanda tanya di hadapannya, matanya melotot
marah. Lalu tanpa berkata apa-apa dia pun pergi.
“Kenapa kamu ke sini?” Sesaat setelah KiKi pergi,JunHyung
akhirnya menyadari keberadaan Furukawa. Dia tiba-tiba aja jadi beneran kesal
sama sahabatnya ini.
“Ouuuw… santai Hyung… Fujimaru sekarang di Jepang.”
“Fujimaru?? Mana dia sekarang?” JunHyung terlihat begitu
antusias mendengar kabar itu, dia hampir lupa dengan apa yang baru saja
dikatakan KiKi.
“Hah… lupakan dulu Fujimaru, apa kamu sudah lupa dengan apa
yang baru saja dikatakan KiKi? Wulan bisa mati karena Kita… apa maksudnya??”
JunHyung menghela nafas. Kebahagiaan mendengar Fujimaru di
Jepang langsung sirna. Ditatapnya Furukawa yang balik menatapnya bingung.
“Apa kamu tahu dimana dia tinggal?” JunHYung memecahkan
kebingungan. Furukawa mengangkat kedua bahunya sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
***
“Aku benar-benar nggak nyangka, kalau aku benar-benar mirip
dengan orang bernama YunHo ini.” Hiro memandangi gambar Yunho-Tohoshinki .
“Sejak kapan kamu doyan Boyband?” Otoya ikut nimbrung
memperhatikan gambar yang sedang
diperhatikan Hiro.
“Kamu… tahu dia?” Hiro terlihat sedikit shock.
“Hahaha… dia salah satu yang disukai Nina, BB dari Korea
kan? Kenapa kamu tiba-tiba tertarik?”
“Hmm… Ilma memanggilkku dengan nama orang ini.”
“Ilma? Ah… perempuan yang dulunya ngejer kamu itu?” Hiro
mengangguk. Otoya hanya tersenyum tak percaya.”Jangan-jangan dulu dia berfikir
kamu Yunho… hahaha.”
“Mungkin…sepertinya dia sangat tergila-gila dengan laki-laki
ini.”
“Oh yah… kamu pernah pake komputerku yah?”
Otoya yang tadinya cekikikan langsung diam.”Kamu udah liat
yah?”
“Yah… siapa itu gadismanis? Perasaan aku nggak pernah
meng-add orang dengan ID itu… lagian kenapa kamu harus pake ID-ku.”
Otoya tersenyum simpul,” Gomen… aku awalnya Cuma iseng,
anaknya manis sih.Tapi… nggak tahu kenapa waktu dia ketemu Nina, dia tiba-tiba
seperti ngehindar gitu. Kita udah nggak kontak lagi sekarang.”
“Hah… kenapa juga kamu harus pake ID-ku, emangnya kalau kamu
mau kontak dia kamu mau pinjam ID-ku lagi?”
Otoya melirik Hiro dengan tatapan manja,”Hentikan!! Tatapan
itu mengerikan..”
“Hiro ~.. boleh yah… kan kamu juga nggak doyan chatting
kan…boleh..boleh..” Hiro merinding dengan rayuan Otoya, “Ok…pake..pake aja…
huuff~.”
“Ouh Arigatou!! Hiro chan!!” Hiro menghindar jijik lihat
rayuan Otoya.
“Katanya Jinki mau lanjutin sekolah ke Inggris?”
“Yup… dia berangkat hari sabtu pekan ini. Tadi katanya sih
mau mampir sebentar kesini, kok dia belum datang yah?”
***
“Jinki… bukannya kamu sebentar lagi mau pergi, kenapa masih
belum beres-beresin barang yang bakalan dibawa? Perasaan dari kemarin kamu
pegang gitar terus….” Ibu Jinki terus mengomel, melihat ketidakpedulian Jinki
akan keberangkatannya yang tinggal menunggu hari.
Jinki tidak memperhatikan ibunya yang members-bereskan
barangnya. Perhatiannya terpusat pada kertas yang penuh dengan coretan-coretan.
Berkali-kali terdengar suara petikan gitar dan desahan nafas lelah dan putus
asa. Dia harus segera menyelesaikan lagu ini, sebelum dia meninggalkan Jepang.
***
“Wulchin!! Ada yang nyariin kamu nih…” Rani mengetuk-ngetuk
pintu kamar Wulan.
Hening… tak ada jawaban.
Rani menatap lemas JunHyung dan Furukawa. “Sudah 3 hari
Wulan ngurung diri di kamar, aku nggak tahu apa sebabnya, tapi… dia kayak gini
semenjak dia pulang dari panti.”
JunHyung dan Furukawa hanya terdiam.
“Wulan masih belum keluar Ranchin?” Ilma yang baru setengah
sadar, keluar sambil nguap dan garuk-garuk kepala, membuat penampilannya serba
berantakan.
Sesaat matanya dan mata JunHyung bertemu. Sontak dia teriak,
kaget.
“Ke-ke kenapa ada cowok di sini!!! Ranchin kok nggak
bilang-bilang sih?” Mood Ilma yang tadinya jelek tambah jelek, dia segera masuk
ke kamarnya. Rani Cuma terdiam, Oops.
***
“Jadi… gaya sok nervousnya itu cuma akting?” Wulan
mencincang daging yang akan dimasaknya dengan geram.
“Aku juga kesel banget waktu denger itu. Makanya spontan aja
aku bilang kalau sampai Wulan mati itu
semua karena kamu… hehehe waktu bilang gitu, muka JunHyung ama Furukawa kayak
orang bloon, aku puas banget ngeliatnya.
Aku bahkan sampai harus nahan nafas biar nggak ketawa.” KiKi mulai
menumis bumbu-bumbu yang sudah diracik oleh Rani.
“Yah… kata Ranchin muka mereka ngenes banget waktu ke sini
nyariin aku, kkk… rasain!”
***
“Wah… kalau dilihat baik-baik dari ekspresi wajah kalian,
kalian seperti sedang kena masalah yang kalian sendiri nggak paham, yah kan?”
Fujimaru duduk diantara JunHyung dan Furukawa lalu merangkul mereka berdua,”
Uuuh!! Aku kangen banget ama kalian!!” Katanya gemas.
JunHyung dan Furukawa berusaha melepaskan rangkulan Fujimaru
yang hampir membuat mereka nggak bias bernafas.
“Hei!! Kamu beneran Fujimaru nggak sih!! Huuk huuuk…
jangan-jangan kamu itu pembunuh bayaran yang nyamar jadi Fujimaru buat bunuh
kami?” JunHyung mencibir, mengelus-elus lehernya.
“Wah.. Junhyung kenapa tuh? Tumben banget dia kayak gitu.”
Fujimaru ngelirik Furukawa yang adem ayem. Furukawa Cuma mengangkat alis.
“Ini pasti masalah cewek, hmm… ayo cerita dong, aku ngerasa
udah banyak ketinggalan berita nih.”
“Akhirnya ada yang suka ama Yuki…” JunHyung menaik turunkan
alisnya nakal. Fujimaru mengerling Furukawa yang sekarang wajahnya memerah.
“Wah!! Siapa tuh cewek nggak normal yang bisa suka ama kamu
?hahaha!!!” Fujimaru tanpa tunggu aba-aba langsung ketawa sejadi-jadinya. Wajah
memerah furukawa yang tadinya karena malu sekarang berubah menjadi wajah
memerah penuh emosi. Dengan penuh dendam di gelitiknya pinggang Fujimaru,
Fujimaru tambah nggak bias menahan ketawanya. Melihat adegan seru itu, JunHyung
nggak mau ketinggalan bagian.
“Hahahahahahaha…hahahahaha…hahahahaha…hahahahaha…hahahaha…”
***
“Wow!! Daebak, kamu yang nulis lirik ini? Wah… buat nuna-mu
itu lagi?” Otoya begitu terkesima melihat hasil jerih payah Jinki selama
seminggu terakhir ini.
“Yah… aku udah coba cari musik yang pas, tapi… aku nggak
bisa kosentrasi karena waktu keberangkatanku semakin dekat.”
Hiro memperhatikan lirik yang dibuat JinKi dengan seksama,
sambil membacanya tanpa sadar dia membuat beberapa melodi. JinKi terperanjat
dari duduknya.
“Aku suka! Aku suka itu Aniki!! Apa kamu bisa mengulangnya?”
Hiro menghela nafas… kembali membaca lirik itu dan mencoba
kembali melantunkan beberapa melodi seperti sebelumya. JinKi menutup mata
mencoba menikmati melodi dadakan itu. Otoya yang mendengar melodi itu segera
mengambil gitarnya.
***
Rani melihat kalender yang terpajang manis di atas meja
belajarnya. Tepat di samping kalender itu, bingkisan dari JinKi masih
terbungkus rapi. Sejenak Rani berfikir untuk membukanya, tapi… beberapa detik
kemudian dia mengurungkan niatnya. Tapi… bingkisan itu sudah membuat–nya penasaran beberapa hari terakhir ini. Dengan
berat hati dia mulai membuka bungkusan itu, saking ragunya, dia bahkan membuka
bungkusan itu sambil memejamkan matanya.
Belum terbuka semuanya, Rani mencoba mengintip isi bingkisan
itu. Tidak terlihat. Tiba-tiba dia menjadi mengurungkan niat lagi melanjutkan
membuka bingkisan itu. Rani menghela nafas berat, di lemparkannya bingkisan itu
di kasur.
Bersambung
Oohh yaampun... bersambung lagii...
BalasHapushahaha.... besok tak kelarin... panjang2 dah... kkkk
BalasHapus