Minggu, 06 Oktober 2013

Ketakutan Doni

       
        Namanya Doni, Doni Anggara. Wajahnya tampan, tinggi semampai, dengan badan yang proporsional. Rambut lurus yang selalu tertata rapi tapi tidak terlihat norak ditambah penampilan yang selalu menawan, membuat Doni tambah semakin menarik saja. Apalagi, dia memiliki otak encer dan pribadi yang sangat baik. Dia benar-benar menjadi idola di sekolahnya.
        Hidup Doni benar-benar hampir sempurna beberapa tahun terakhir ini. Akhirnya, 3 tahun terakhir ini dia bisa merasakan nikmatnya menjadi sorotan. Tidak seperti sebelumnya, Doni sangat menikmati perannya sebagai buah bibir setiap saat. Oleh karenanya, senyuman di bibirnya tidak pernah hilang menghiasi hari-harinya. Tanpa usaha yang berarti dia bisa mendapatkan teman yang banyak. Tanpa mengeluarkan kata-kata gombal, laci meja-nya sudah dipenuhi oleh amplop-amplop berwarna pink atau terkadang penuh dengan gambar “love”. Hidup Doni benar-benar mulus tanpa cela. Yah… dia sangat menikmati masa-masa SMP-nya.
        Hari ini adalah hari pertama Doni menjadi anak SMA. Dengan celana panjang abu-abu, Doni tampak lebih gagah. Rambut yang sekarang dipotong cepak membuatnya terlihat lebih keren. Doni benar-benar sudah tidak sabar untuk segera menikmati masa SMA-nya yang akan dia jalani sebentar lagi.
        “Doni!! Wah, kamu tambah gagah aja!” Raka terlihat begitu bahagia melihat Doni, teman duduknya itu memang fans berat Doni.
        Di samping Raka, berdiri Dimas, Reno dan Hadi dan… mata Doni tak henti-hentinya menatap seorang gadis cantik yang berdiri tepat di belakang Hadi.
        “Woi!! Liat apaan sih! Kamu naksir aku yah?” Hadi sok centil menepuk Doni layaknya banci kaleng. Raka, Dimas dan Reno tertawa melihat tingkah Hadi, tapi Doni meresponnya dengan tampang geli dan sedikit kesal karena Hadi mengalihkan perhatiannya.
        “Doni? Kamu Doni Anggara?” Gadis cantik yang tadinya menarik perhatian Doni, tiba-tiba menghampiri Doni dan membuatnya serta keempat sahabatnya terbelalak membisu.
        Gadis ini benar-benar cantik, tak pernah Doni melihat gadis secantik ini sebelumnya. Kulitnya mulus dengan warna kuning langsat yang tidak pucat. Badannya tidak terlalu tinggi, tapi… tubuh mungilnya membuatnya terlihat manis. Rambutnya yang ikal dikuncir manis ke samping. Bibirnya yang mungil membuat senyumnya nampak sangat memikat.
        “Ah..eh i-i-iya… apa kita pernah ketemu sebelumnya?” Doni tanpa sadar ternyata sangat gugup sampai jantungnya berdegup cukup kencang.
        Gadis itu hanya tersenyum, dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lembut. “Tapi… aku tahu kamu, hmm…”
        “Risa!!” terdengar suara gadis lain memanggil dari kejauhan. Gadis manis tadi menoleh dan melambai-lambaikan tangannya dengan semangat.
        “Maaf… aku harus pergi… bye… Doni…” Doni dan ketiga sahabatnya seperti tidak berkedip menatap Risa, senyum menawan Risa seperti sudah menghipnotis 3 bocah baru gede itu.
***
        Setelah hari yang begitu mendebarkan itu, Doni tidak pernah lagi melihat gadis itu selama masa orientasi sekolah. Semangatnya ke sekolah menjadi menurun, untuk pertama kalinya setelah sekian lama dia menjadi uring-uringan ke sekolah.
        “Sepertinya rumah Pak Irwan bakalan nggak kosong lagi.” Ibu Doni mengawali sarapan dengan pembicaraan yang membuat Doni menjadi tak selera makan.
        “Mak-maksudnya? Apa Pak Irwan balik lagi bu?” Doni seketika itu menjadi mual.
        “Entahlah, hanya saja kemarin Ibu lihat ada mobil yang parkir di depan rumah itu.”
        Doni benar-benar tidak bisa lagi melanjutkan sarapannya, perutnya tiba-tiba saja menolak untuk diisi. Dia bergegas mengambil tas-nya sembari mencium tangan kedua orang tuanya, dengan senyum dipaksakan dia melangkahkan kakinya keluar dari rumah.
        Doni memandangi rumah kosong yang berada tepat di samping rumahnya. Sudah 3 tahun inii rumah itu dibiarkan kosong tanpa ada penghuni pengganti. Tiba-tiba memori yang berusaha dikuburnya  sekelebat muncul, segera dia berusaha mengusir memori tak sedap itu.
        Tidak… dia tidak mungkin balik lagi… tidak…
        Doni berusaha melewati rumah itu tanpa meliriknya sedikit pun, sudah 3 tahun dia berusaha sekuat tenaga untuk melupakan setiap memori yang pernah dia lewati sebelumnya.
        “Doni!” Suara yang nampaknya tak asing memanggilnya. Anehnya, suara itu sepertinya berasal dari rumah kosong yang berusaha dihindarinya.
        Bulu kuduk Doni seketika itu berdiri, dia diam terpaku, ingin rasanya kakinya melangkah tapi tak tahu kenapa terasa sangat berat sekali untuk digerakkan.
        “Hei!!” Sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang.
        Sontak Doni berteriak dan tanpa menoleh ke belakang, dia mengambil langkah seribu. Tak seperti biasanya, Doni nampak sangat lusuh hari ini. Keringatnya bercucuran, membuat sekujur tubuhnya basah. Penampilannya benar-benar tidak seperti biasanya. Mukanya yang biasanya cerah pun hari ini terlihat mendung. Dia terlihat sangat payah, image keren Doni benar-benar luntur saat ini.
        ”Wah… ada apa dengan pangeran tampan kita hari ini, sepertinya ada masalah serius nih.” Reno menggoda Doni, tapi Doni tidak menampakkan reaksi sedikit pun.
        “Jangan diganggu, kamu nggak lihat wajahnya. Dia seperti baru saja melihat hantu. “ Hadi memperhatikan wajah Doni yang sangat tegang.
        “Baiklah anak-anak… kembali ke tempat duduk kalian, kita akan memulai pelajaran matematika untuk hari ini.”
        Mata pelajaran yang paling disukai Doni terasa sangat lama pagi itu. Doni bahkan tidak memperhatikan apa yang disampaikan oleh Bu Leli. Dia benar-benar susah untuk berkonsentrasi, tanpa bisa di bendung lagi memori buruk itu bermunculan tanpa kendali.
        Menjelang malam, suasana hati Doni semakin memburuk. Lampu kamar di rumah sebelah yang dulunya kosong sekarang menyala dan terlihat bayangan orang  di dalamnya. Doni merinding. Apa benar dia sudah kembali? Katanya dalam hati. Pikiran tak menyenangkan yang sedari tadi pagi mengganggunya terus saja bermunculan.
***
        Besoknya Doni berangkat agak siang, dia kesusahan tidur tadi malam sehingga Ibunya harus menyiramnya supaya dia tersadar. Dia tidak terbiasa bangun kesiangan dan tidak terbiasa berjalan dengan langkah cepat. Dengan kesal dia merapikan dasinya yang berantakan. Rambutnya masih basah dan belum sempat disisirnya. Penampilannya benar-benar urakan.
        “Doni! Tunggu!” Langkah Doni terhenti. Suara tak asing yang sebelumnya pernah memanggilnya dari arah rumah kosong itu sepertinya mencoba mendekat. Langkah kaki orang itu semakin lama semakin dekat. Doni baru saja akan berlari tapi dia mengurungkan niat setelah melihat siapa si pemilik suara.
        “Apa kamu mau ninggalin aku lagi seperti kemarin?” Senyum manis Risa melumerkan suasana hati Doni yang tidak baik dari kemarin. Menyadari kalau ternyata suara yang kemarin menyapanya adalah Risa membuatnya bisa bernafas lega.
        “Jadi… kamu tetangga baru ku?” Doni akhirnya dapat menyunggingkan senyum.
        “Iya… maaf aku belum sempat berkunjung ke rumahmu. Orang tuaku baru datang besok, aku sekarang hanya tinggal dengan pembantuku.”
        “Syukurlah ternyata tetangga baruku itu kamu,” Doni menghembuskan nafas penuh kelegaan. Beban berat di pundaknya lenyap dalam sekejap. Saking leganya, dia hampir lupa kalau bel masuk tinggal 10 menit lagi. Langsung tanpa pikir panjang, diraihnya tangan Risa dan mereka berlari sekuat tenaga menuju ke sekolah.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
        “Cie..cie..ada yang lagi berbunga-bunga nih ceritanya,” Raka menyikut kepala Doni.
        “Aw..hahaha… sakit Raka…” Doni mencoba melepaskan tangan Raka, tapi sebenarnya dia  tidak terlalu memperdulikan tangan itu, karena pikirannya dipenuhi oleh Risa.
        “Akhirnya muka suram kemarin sudah berubah cerah lagi, syukurlah…”Hadi tersenyum simpul sambil mengambil tempat duduk tepat di depan tempat duduk Doni. Doni hanya membalas dengan tersenyum.
        “Nah… kalau wajahmu kayak gini kan jadinya enak dilihat…” Reno mengacak-acak rambut Doni. Doni hanya tertawa menerima setiap perlakuan teman-temannya kepadanya.
        “Hei!! Hei !! hei!! Perhatian teman-teman!! Kita bakalan dapat anak pindahan!!” Dengan nafas yang masih tersengal, Mika berteriak dengan semangat, menghentikan setiap aktifitas di dalam kelas saat itu.
        “Oh ya?? Cewek apa cowok?? Ganteng nggak? Cantik nggak?” Setiap orang terlihat memberikan reaksi dan pertanyaan yang beragam, Mika sampai kewalahan.
        TOK TOK TOK… “Tenang anak-anak!!!” Bu Leli memukul-mukul papan tulis membuat perhatian menjadi terpusat ke arah sumber suara.
        “Eheem…baiklah anak-anak, jadi hari ini kalian kedatangan teman baru. Lisa?” Bu Lelii memandangi pintu kelas, setiap mata pun akhirnya ikut terpusat ke sana.
        Sebuah kepala mendongak dari pintu kelas, bersamaan dengan itu semua mata merasa begitu menyesal telah memusatkan perhatian ke sana, semua… kecuali…Doni. Dengan mata terbelalak, tanpa berkedip Doni melihat gadis bernama Lisa itu memasuki kelas dengan cekikikan memamerkan kawat giginya yang menyembul.
        Tak ada yang menarik dari gadis ini, rambutnya dikuncir dua seperti candy-candy. Tampangnya sok imut, tapi mungkin lebih tepatnya dibilang dummy, dia selalu cekikikan dan memutar-mutar poninya dengan telunjuknya. Matanya nanar melihat ke sekelilingnya. Matanya ditutupi oleh kacamata tebal, membuat penampilannya tak menarik sedikitpun.
        “Salam kenal semuanya!! Namaku Lisa Irwan, aku baru pindah dari Inggris.” Lisa memamerkan giginya yang dipenuhi kawat gigi. Senyumnya benar-benar membuat perasaan tidak nyaman.
        “Eh?” Lisa tiba-tiba termangu, pandangannya lurus tertuju ke posisi dimana Doni duduk. Seketika itu, Doni merinding.
        “Kita sekelas!!” Senyumnya lebih merekah dibandingkan sebelumnya,”Downy!!” Semua mata serentak menatap Doni, Doni saat itu juga ingin sekali membuka jendela yang berada tepat dii sampingnya dan terjun bebas, tapi… itu adalah pikiran terkonyol yang tak mungkin dia lakukan.
        “Oh kebetulan sekali…Kamu mengenal salah satu dari mereka?” Hanya Bu Leli yang terlihat senang dengan kebetulan tak menyenangkan buat Doni itu.
        Lisa mengangguk semangat tanpa menghilangkan senyum yang mengerikan itu,” Aku dan Downy satu TK dan SD. Bahkan selama SD kami selalu sekelas.”
        “Ouuh!! Wow!! Sepertinya kalian jodoh ya?? Hohoho.” Bu Leli lagi-lagi memperlihatkan respon yang menyayat perasaan Doni. Lisa menunduk malu, terlihat sekali kalau dia senang mendengar perkataan Bu Leli.
        “Eheem, kalau begitu, Downy…” terdengar suara cekikikan seisi kelas,”ehemm maaf maksudku Doni… kamu Ibu tugaskan untuk mengantar Lisa berkeliling sekolah, kamu pastinya tidak keberatan kan?” Bu Leli menampakkan senyum yang terlihat sangat mengerikan, senyum itu seperti berkata, tolong aku…
        Doni tertunduk lemas. Perasaan senang tadi pagi langsung sirna tanpa bekas. Sepertinya mimpii buruk baru saja akan dimulai… Doni menghembuskan nafas dengan berat. Dia benar-benar kembali…Apa jadinya masa SMA-ku!!! Arrghhh!!!!