Ibuku menghela nafas
lega. Perjuangan menahan mules-mules yang tak henti-hentinya selama seminggu
akhirnya terbayar hari ini. Yatta! Aku lahir... dengan berat sekitar 3 kilo.
Segera Adzan dikumandangkan di telingaku. Alhamdulillah ... itulah kata-kata
pertama yang kudengar. Walaupun memori saat itu merupakan memori yang tertancap
di benakku berdasarkan cerita Ibuku. Aku merasa aku melihat sendiri proses
kelahiranku. Proses yang begitu mendebarkan, bagi Ibu dan Bapakku, serta
keluarga besarku. Kakekku dengan suka cita menggendongku dan spontan menamaiku
Risa Marliana. Ibu dan Bapakku hanya mengangguk setuju.
1996
“Hajimemashite, boku wa Hiro Mizuno desu,
Douzo Yoroshiku Onegaishimasu!”
Berdiri di depan
kelas, anak laki-laki dengan senyum lebarnya memamerkan dua gigi seri depannya
yang hitam. Aku rasa dia terlalu banyak makan permen dan cokelat sepertiku,
pikirku. Lama dia memandangi sekeliling kelas. Hening…
Bahkan Bu Wardiah,
hanya cengir nggak jelas. Akhirnya senyum lebarnya lenyap, dia menunduk lemas,
telinganya memerah. Kasian, pikirku. Sepertinya dia malu. Spontan aku berdiri.
Dengan suara lantang aku pratekkan hasil belajar privatku setiap malam di rumah
Sensei Ogawa.
“Doumo, Hiro Kun!” sembari tersenyum
lebar sambil memamerkan dua gigi seri depanku yang juga menghitam. Anak itu
mengangkat wajahnya, tak lama kemudian dia tersenyum kembali.
Begitulah awal
pertemuanku dengan Hiro. Semenjak itu kami pun jadi teman dekat. Walaupun tak
jarang kami sering nggak nyambung. Hiro baru bisa berbahasa Indonesia dengan
fasih setelah dua tahun. Jadinya, selama dua tahun itulah kami sering
cengar-cengir nggak jelas. Bahasa tubuh adalah bahasa yang paling sering kami
gunakan.
Tak jarang aku dan
teman-teman yang lainnya bermain ke rumahnya, begitu pula dengan Hiro, dia
kerap kali menjemputku sekolah. Aku sampai lumayan kenal dengan Kakak
perempuannya Natsumi-san, yang saat itu menginjak kelas 1 SMA.
2000
Tak terasa aku
akhirnya akan menanggalkan predikat anak SD. Dengan rambut di kuncir dua, aku
siap untuk hari kelulusan. Kulihat rambut Hiro begitu mengkilat hari itu,
mungkin angin kencangpun tak kan mampu mengacak rambutnya yang seperti menempel
di kepalanya. Aku tersenyum kecil memandangnya, ternyata Hiro sadar.
“Kenapa kamu
melihatku sambil tertawa begitu?” Hiro bergaya sok cool tapi malah terlihat sangat lucu.
“Hehe… sepertinya
sepatumu kalah mengkilat dah dari rambutmu…”Sambil menjulurkan lidah aku
mengejek Hiro dan segera berlari, sebelum dia menghabisiku.
Tapi ternyata, Hiro
tidak mengejarku. Dia terdiam, aku pun menghentikan langkahku. Dengan sedikit
merasa bersalah ku hampiri dia.
Telinganya memerah…”Hiro?”
sapaku.
Hiro mengangkat
wajahnya, “Ini kerjaan Natsumi-Chan!! Dia memakaikanku terlalu banyak minyak
rambut!!” teriaknya.
Aku begong, bingung harus
bereaksi seperti apa.
“Hiro! Risa! Cepat ke
sini!” Untung Doni_ketua kelas kami memanggil. Kami pun segera berkumpul dengan
teman-teman lainnya.
Hari kelulusan itu diakhiri
dengan sesi foto-foto. Baik sekelas, maupun antar teman. Ada salah satu temanku
yang iseng, memfotoku berdua dengan Hiro. Spontan telinga Hiro memerah lagi,
sontak kami semua tertawa geli. Hiro benar-benar pemalu.
Sebelum pulang, Hiro
memanggilku.
“Nih..”
Hiro menyodorkanku
salah satu kancing bajunya. Aku hanya terdiam penuh tanda tanya. Hiro jadi
salah tingkah.
“I-ini adalah tanda
persahabatan kita. Hmm … Kak Natsumi juga mendapatkan kancing baju dari
temannya saat kelulusan.” Telinga bahkan wajah Hiro merah padam.
Aku tertawa melihat
raut mukanya yang serius tapi malu. “Ok.. Aku akan simpan ini baik-baik.
Sebagai tanda persahaban kita.”
“Yakusoku? Kamu nggak
akan ngelupain aku kan .. Liana-Chan?”
Kami pun membuat
perjanjian dengan saling mengaitkan kelingking. Lalu kami tertawa. Tak
pernah terpikirkan… tawa itu akan berubah jadi tangisan setelahnya.
2004
4 tahun sudah berlalu. Tak terasa … Hiro
telah pergi selama ini. Surat terakhirnya adalah dua tahun yang lalu. Semenjak
itu aku tak pernah mendengar kabar apapun darinya.
Aku masih ingat, saat perpisahan kami. Kami
menangis sejadi-jadinya. Layaknya anak kecil yang mainannya diambil. Aku
memberikan Hiro boneka teddy bear kesayanganku,
kuharap dia masih menyimpannya. Aku sering berfikir, pasti lucu kalau anak
cowok simpan-simpan boneka. Tapi aku tidak punya sesuatu yang berharga selain
boneka itu.
Seminggu setelah kelulusan SD, Mr. Mizuno
ternyata harus balik ke Jepang. Hiro begitu bersikeras ingin menetap, tapi
apalah daya, dia tidak punya sanak saudara di sini. Dengan berbagai cara mereka
memaksa Hiro untuk mau balik ke Jepang. Kak Natsumi sampai tak hentinya
menggerutu. Aku mendekati Hiro, kuberikan dia boneka kesayanganku. Hiro
menatapku. Matanya bengkak, hidungnya memerah.
“Kita
akan tentap saling kontak kan? Ini adalah boneka kesayanganku, balasan dari
kancing yang kamu berikan saat itu, kamu jaga yang baik yah? Jangan lupain aku…”
Aku tersenyum, mencoba menahan tangisku.
Kak
Natsumi sepertinya mencuri dengar kata-kataku. “Apa? Hiro-Chan memberikan Risa-Chan
kancing bajunya?” Kak Natsumi dengan muka tak percaya melihat Hiro, “Oh…ternyata
kau ro..”belum sempat Kak Natsumi menyelesaikan kata-katanya, Hiro segera
bangkit membungkam mulutnya. “Haahahahahaha… betsuni Liana-Chan!...jangan
dengarkan nenek lampir ini.”
Aku tidak mengerti, tapi entah kenapa telinga
Hiro memerah lagi saat itu.
Walaupun sudah mencoba tegar, kami pun
akhirnya tetap menangis. Mengingat kalau Hiro akan pergi jauh dan tak tahu
kapan akan bertemu lagi, aku semakin tak bisa membendung air mataku.
Tak ada… aku selalu mengecek kotak posku. Hal
itu bahkan sudah seperti rutinitasku setiap hari. Semenjak dia bilang akan
pindah ke Osaka, kami lost contact.
2006
Aku menghirup udara Osaka yang segar pagi
itu. Hmmm…. Sudah seminggu aku di Osaka. Kenangan akan Hiro kembali terbayang.
Osaka… apakah dia masih disini? Sudah 4 tahun yang lalu dia katakan dia pindah
ke sini, dan sejak saat itulah dia tidak mengabariku lagi. Aku sering berfikir
apakah dia sudah melupakanku? Apakah aku akan mengenalinya jika kami bertemu?
Apakah dia masih seperti dulu?… apakah…apakah… berbagai tanda tanya memenuhi
pikiranku. Setelah sebelumnya aku begitu bersemangat datang ke sini karena
berharap bertemu dengan nya, tapi sesampai di sini aku malah ragu untuk bertemu
dengannya. Aku takut Hiro tak mengenaliku, aku takut Hiro tak seperti dulu
lagi. Aku takut…mengetahui hanya aku yang merindukannya selama ini.
Aku menghela nafas sambil menyusuri taman
yang tak jauh dari dormku. Rentetan pohon-pohon yang berjejer di sepanjang jalan di taman, daunnya sudah mulai menguning dan berguguran,
sungguh indah dipandang. Aku tak melewatkan momen itu, dengan semangat aku
mengambil foto pemandangan pagi yang menawan itu.
“Wow!! Aku sangat suka bagian itu! Keren banget!!
Tsugoi desu yo ne!!”
Refleks badanku menoleh ke arah sumber suara.
Suara yang ternyata berasal dari segerombolan pemuda yang jalan tepat
dibelakangku. Aku menatap pemuda yang sedang dengan semangatnya membahas film
yang baru saja ditontonnya. Dia sepertinya menyadarinya. Dia terdiam, sejenak
mata kami bertemu. Teman-temannya yang lain pun jadi ikut memandangku, aku jadi
salah tingkah dan mengalihkan pandanganku sambil menunduk. Pemuda tadi pun
akhirnya berlalu bersama teman-temannya. Ku pandangi mereka sampai tidak
terlihat lagi.
Hiro…? Diakah itu?
2007
Aku sangat kerasan di Osaka. Aku memiliki
banyak teman, dan letak dormku tak jauh dari Masjid. Di sini aku pertama kali bertemu dengan
Aisyah, teman sekelasku dari Mesir yang sudah kuanggap seperti saudaraku.
Walaupun belum setahun kami saling mengenal, tapi kami telah banyak berbagi
cerita. Aisyah kerap kali menceritakan tentang Mesir dan keluarganya, aku pun
tak kalah semangat menceritakan tentang Indonesia dan keluargaku. Pertama kali
bertemu aku sudah merasa nyaman dengannya, Hiro pun terkadang menjadi bahan
obrolan kami.
“Kamu yakin, dia Hiro temanmu sewaktu kecil? Bukannya
katamu Hiro tu pemalu, menurutku Mizuno Kun terlalu ceria untuk tipe anak
pemalu.”
Aku terdiam. Aku pun sebenarnya berfikir
begitu. Tapi… selain namanya yang benar-benar mirip, wajahnya pun entah kenapa
terlihat familiar.
“Yah… siapa tahu Hiromu itu penulisan
kanjinya berbeda dengan Mizuno…”
Aku kembali hanya terdiam. Hal itu juga
sempat terfikir olehku.
Hiro Mizuno… teman sekelasku yang sangat
ceria. Dialah orang yang selama ini kucurigai sebagai Hiro teman masa kecilku.
Tapi… terlalu banyak hal berbeda yang kudapati darinya. Walaupun aku selalu
berfikir orang pasti berubah. Bahkan Hiro yang dulunya payah dan pemalu bisa
saja menjadi cowok ceria yang … keren.
“Kau terlalu berharap..” Aisyah kembali
memecahkan lamunanku. “Sudahlah… kenapa kamu masih memikirkan si Hiro yang
bahkan belum tentu mikirin kamu…” Aisyah menghela nafas.
Aku kembali terdiam… Aisyah terlihat geram di
cubitnya pipiku sampai terasa melar. Aku meronta-ronta sambil memukulnya, dia
hanya tertawa. Aku pun akhirnya ikut tertawa sambil memberikan balasan
gelitikan maut.
2009
“Mizuno itu ceria banget yah!” Aisyah
mengambil tempat duduk didekatku. Aku hanya mengiyakan dengan malas.
“Sudah nyerah ya? Apa nggak ada sesuatu hal
lagi yang membuatmu berfikir dia Hiro-mu?”
“Nani mo nai…Dia terlalu mempesona…”
“Apa?! Hahaha… Kamu menganggap Mizuno-kun
mempesona?!” Aisyah begitu histeris, sayangnya dia histeris di saat yang tak
tepat. Suasana yang saat itu begitu hening, membuat suara Aisyah terdengar
begitu jelas.
“Ssstt” Aku langsung bangkit membungkam mulut
Aisyah. Namun terlambat, Mizuno menoleh ke arah kami. Aku tak sengaja memandangnya,
dia pun melihatku. Sekilas mata kami bertemu, dia langsung memalingkan
pandangannya, telinganya memerah. Suasana yang hening sontak riuh karena
kelakuan Mizuno, teman-teman cowoknya menggodanya sampai mukanya merah padam.
Yang perempuan juga tak mau kalah. Mizuno benar-benar jadi bahan olokan
sepanjang hari. Aku hanya melongo. Aku bukanlah anak menonjol, tapi setelah
kejadian itu, semua orang seperti merasa mengenalku.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Ohayou! Marliana-Chan!”… entah berapa orang
telah menyapaku pagi ini. Aku dan Aisyah saling tatap. Unbelievable.
Hariku menjadi 180o berbeda. Mizuno
yang dulunya santai saja menyapaku, sekarang agak sungkan. Apalagi kalau dia
sedikit terlihat dekat denganku, sekelas pasti akan riuh layaknya pasar. Mizuno
hanya tersenyum kecil kalau diolok teman-teman yang lain…
Sekali dua Mizuno melihatku, jika tatapan
kami bertemu, dia akan memberikan gesture
yang menandakan permintaan maaf, aku pun membalasnya dengan gesture yang berarti nggak apa-apa…
Lama kelamaan kelas kembali tenang. Aku
maupun Mizuno sudah dapat bernafas lega. Menjelang kelulusan, kami lebih
disibukkan untuk persiapan tugas akhir.
2010
Hari itu, seperti biasa aku pergi ke Masjid.
Aisyah sudah menungguku. Tak ada yang berbeda saat itu, selain…
“Tebak siapa itu yang adzan…!” Aisyah begitu
heboh.
“Aku nggak tahu, nggak jelas…”
“Masha Allah… Risa-Chan! Itu Mizuno!...”
Aisyah kembali membuat keributan.
Ibu-ibu di sana sampai menegurnya untuk
mengurangi volume suaranya. Aku hanya tertawa.
“Apa kamu yakin? Sejak kapan dia menjadi
Muslim?”
Semenjak sibuk dengan tugas akhir, kami
seperti sibuk dengan dunia sendiri. Jarang sekali kami bertemu. Tak heran,
kalau dalam setahun, dia bisa begitu terlihat berbeda. Wajah Mizuno, jauh
terlihat lebih cerah dari biasanya.
“Jaga pandangan…”bisik Aisyah.
“Astaghfirullah…”
Sontak aku menunduk. Terdengar suara cengengesan Aisyah.
Mendekati kelulusan… Aku menginap di dormnya
Aisyah. Kami berkeluh kesah sepanjang malam. Besok adalah upacara kelulusan
kami. Alhamdulillah kami berdua lulusnya bersamaan. Mizuno pun dengar-dengar
juga lulus tahun ini.
Entah kenapa, semenjak mengetahui dia Muslim, Mizuno
terlihat lebih mempesona. Aku benar-benar tidak berani menatapnya. Tapi… tak
ada yang berubah dari Mizuno, dia tetap ceria, bercanda dengan teman-teman yang
lain. Walaupun sekarang, Mizuno sedikit lebih menjaga pandangannya.
Entah kenapa ada yang masih mengingat
kejadian setahun yang lalu. “Wah… ternyata kalian lulusnya barengan yah…Mizuna…hahahaha”
Matsumoto mengawali kehebohan ini. Mizuna adalah singkatan dari Mizuno-Marliana…
memang mereka terlalu kreatif.
Sontak semua teman-teman seperti dibangunkan
dari tidur yang panjang. Ributnya minta ampun, mereka sampai harus
diperingatkan untuk tenang. Mizuno anehnya hanya tertawa. Aku … hanya terdiam,
Aisyah tertawa terpingkal-pingkal.
Acara kelulusan itu pun berjalan dengan lancar.
Ada suatu kehebohan saat teman-teman cewek ribut ingin minta kancing baju
Mizuno.
“Ah… kalian kayak anak kecil aja, kita udah
Mahasiswa… masa masih kayak anak SMP, SMA, minta kancing baju, lucu banget!!”
kata Matsumoto dengan suara lantang. Serentak teman-teman cewek mengejeknya.
“Huuuuu…. Dasar …bilang aja iri nggak ada
yang minta kancing bajumu…wuuu… lagipula, mau masih SMP kek SMA kek, peduli
amat, kalau emang kami mau minta, itu bukan urusanmu.” Narumi beradu pandang
dengan Matsumoto. Mereka memang terkenal bagaikan kucing dan anjing. Selalu ribut.
Aku pun akhirnya ingat dengan kancing
pemberian Hiro. Sampai sekarang aku tidak mengerti dengan makna dari pemberian
kancing itu. Apakah cuma sebatas tanda persahabatan?
“Yah… baiklah itu emang bukan urusanku..tapi…
seharusnya kalian ingat dong… yang lebih pantas dapetin kancing bajunya Hiro
bukan kalian …tapi Marliana…. Iya kan Mizuno?”
Muka Mizuno langsung memerah, semua
teman-teman baik cewek maupun cowok akhirnya tertawa terpingkal-pingkal. Aku
hanya melongo. Mizuno melihatku dan kembali memberikan gesture minta maaf, aku pun kembali membalasnya, nggak apa-apa.
Hari
kelulusan yang penuh tawa itu akhirnya berakhir dengan foto bersama, dan
jahilnya, teman-teman itu berkerja sama mengerjai aku dan Mizuno. Mereka mendorongku
dan Mizuno, lalu sekilas kami difoto dengan ekspresi yang nggak banget, baik
aku dan Mizuno memalingkan wajah, dan jelas banget muka kami memerah.
2012
“Ummi… Elisa… udah hafal surat Al-Baqarah…”
Elisa menyeringai memamerkan gigi mungilnya dan naik kepangkuanku.
“Subhanallah…Anak Ummi hebat yah..” Aku
menciumi Elisa. Elisa tertawa geli. Batita ini sangat lucu, aku sangat gemas.
“Assalamu’alaikum…”
Mendengar suara Abi-nya Elisa langsung
melompat dari pangkuanku… bergegas menyambut Abi-nya.
“Abi..!! Elisa udah hafal surat Al-Baqarah..”
kembali memamerkan giginya.
“Subhanallah… Anak Abi hebat yah…” sambil
menciumi Elisa.
Muka Elisa mengkerut…”Kok… Abi dan Ummi
ngomongnya bisa sama gitu, kompakan gitu… hmmm… udah pada janjian yah? Ah…
nggak seru..reaksinya sama…”
Aku saling pandang dengan Abi-nya Elisa… kami
pun akhirnya tertawa.
Tak terasa 2 tahun telah berlalu… dua foto
kelulusan kami yang diambil tanpa seijin kami itu sekarang terpajang dengan
bingkai lucu di kamar kami.
Mizuno… alias Hiro. Ternyata setelah kelulusan
melamarku. Tak kusangka, dia memendam ketertarikan padaku sudah lama. Seperti halnya
aku, Hiro ternyata bertanya-bertanya tentangku, apakah aku benar teman masa
kecilnya dulu. Yang paling mengharukan
adalah kenyataan bahwa dia tak melupakanku, dia hanya kehilangan alamatku saat
akan pindah ke Osaka. Sejak saat itu dia tidak tahu lagi bagaimana harus
menghubungiku.
Hal yang tak pernah kutahu tentang Hiro adalah
ketertarikannya dengan Islam. Paling tidak semejak dia SMA dia sudah mulai mempelajari
Islam. Baru setelah 6 tahun dia memantapkan diri sebagai muallaf, tak heran
kalau dia langsung mendapatkan kepercayaan untuk mengumandangkan adzan saat
itu.
Rencana melamarkupun ternyata bukanlah
sesuatu yang mendadak. Ternyata Hiro telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari
dan memantapkan diri semenjak kasus memalukan yang dibuat oleh Aisyah.
Semua ini hanyalah bagaikan mimpi… Ternyata
Mizuno adalah Hiro, dan Aisyah begitu bahagia dengan pernikahan kami. Dia
sampai tak henti-hentinya menangis saat pernikahan kami berlangsung. Dia
terlalu bahagia. Alhamdulillah dia pun akhirnya menikah bulan kemarin dengan
seorang pria Turki. Denger-denger mereka dijodohkan, tapi Aisyah sepertinya
tidak sedikitpun menolak. Dasar…. Pria itu melek agama, tampan, dan sangat baik,
tak heran Aisyah langsung menerima
lamarannya.
“Lagi baca apa?” Hiro memperhatikan diariku…
Spontan aku menutupnya… “Nggak ada, hehe…”
Hiro hanya menghela nafas.,” Pasti isinya aku
aja…” Katanya iseng.
Aku menjulurkan lidah…” Berharap yah…”
Aku segera menyegel buku diariku, tak ada
yang boleh membacanya, Apalagi Hiro…:P…
FIN
Sedikit curhatan penulis:
Akhirnya... cerita ini selesai ditulis juga, setelah tadi sempet GREGETAN karena NGGAK SENGAJA kehapus SEMUANYA, aku akhirnya harus menulis ulang, padahal waktu itu cerita udah setengah jalan.... SEBEL BANGET... tapi... Alhamdulillah Akhirnya SELESAI... pasti banyak kata-kata yang miss tapi mudahan inti ceritanya tersampaikan...Kenapa tiba-tiba ceritanya kayak gini yah..hahaha...
padahal awalnya nggak kepikir akhirnya bakalan kayak gini, bener-bener waktu nulis ngalir aja. Pasti belakangnya ini rada aneh, atau... emang dari awal rada aneh ya?? haha... yah dinikmatin aja...hehe... bisa jadi ini terinspirasi dari temen yang baru aja Nikah... Selamat Buat Saudariku Lu'Lu... Semoga Berkah yah pernikahannya :)
wah sebelumnya selamat...buat Lulu temannya..hmmm Lulu itu bukan Lulu mipa kimia unram?namanya sama...
BalasHapusoke sekarang tentang ceritanya...langsung tak vote lucu, menarik n keren...
BalasHapusjenis cerita yg kyk gini bikin sy KO, lebay ya...hahaha biarin..sy suka sekaligus sy benci...soooooo sweet.oia sebelum lupa, apa yg mau dibilang Natsumi “Oh…ternyata kau ro..”??ro apa...
reply banget ceritanya...ceritanya ya, bukan karakternya.
apa ya bilangnya...lupa sy bahasa jepangnya, koreanya 대박!!
aduh aduh aduh...kayaknya sy lg hiper dah,,,oia, sebenernya sy agak bingung sm perhitungan tahunnya 2004 ke 2006, di 2004 dibilang "4 tahun sudah berlalu" lalu di 2006 dibilang " Sudah 4 tahun yang lalu dia katakan dia pindah ke sini"...ah tapi jalan ceritanya ngerti kok...
hahahaha... nih komen udah disalurkan lewat sms yah kurang lebih...
Hapussy juga suka dan benci ceritanya Rany yang pukul 6, soalnya nggak pernah kepikiran ide itu, tapi asli suka ceritanya..hehe kalao rany kasih daebak, sy kasih Tsugoi!! ^^b..
ro itu... maksudnya romantis, hehe... masih kecil udah romantis aja tuh Hiro, haha
yah..tau Ran... karena sy males nonton reply karena nggak suka karakter cewek ama cowoknya, walaupun dari segi cerita menurutku reply tu menarik... ^^...
oh ya... tahun 2004, sudah 4 tahun mereka berpisah, tapi... mereka berhenti surat2an 2 tahun yang lalu berarti tepatnya tahun 2002 merek udah nggak kontak semenjak si Hiro pindah ke Osaka, makanya tahun 2006 dibilang 4 tahun sudah Hiro pindah ke sini (Osaka) karena dihitung dari tahun 2002... begono bu Rany...hehe...
btw smsnya udah sepi neh... Udah Bobo yah??
Oyasumi dah kalo gitu..:)
Oh yah makasih buat votenya, rasanya seneng banget semua terisi, haha... sy saking irinya ma Rany ampe lupa ngevote tuh cerita pukul 6, hehe...
haaaa iya bener bener TSUGOIIIII....lah lupa.
Hapusokelah kalo beg beg begitu buuuuk,,
Yooooo....!!! btw Yotsuba terbaru asli lucu banget, kapan2 bahas Yotsuba ah... hehe...
Hapuscapek banget ketawa...