Sabtu, 28 April 2012

Si Badung



aku taruh cerpenku lagi,,cerpen ini sebenarnya pernah aku post di blogku terdahulu, tapi blog itu sudah lama aku non-aktifkan karena bermasalah. Cerita ini rada aneh menurutku, entah kenapa tiba-tiba terpikir membuat cerita seperti ini, tapi aku nggak tahu kenapa aku suka, bagaimana menurut kalian?

SI BADUNG

“Aku ingat! Aku ingat!” Dengan semangat aku mengancungkan tangan, layaknya anak kecil yang tidak sabar untuk menjawab.
Semua mata tertuju ke arahku. Aku menjadi sedikit gugup, tetapi tetap kulanjutkan,”Namanya Ari, anaknya gendut dan pendek, rambutnya keriting dan dia suka bolos.”
Aku yakin jawabanku sudah benar, tapi terlihat raut wajah teman-temanku yang masih kurang puas. Aku pun menambahkan,” yah paling tidak seingatku begitu.” Aku cengir sendiri sambil menundukkan kepala.
Mira menghela nafas,” aku juga tidak terlalu mengingatnya, karena tidak ada satu pun diantara kita yang memanggilnya dengan nama asli. Sampai guru-guru pun memanggilnya Si Badung.”
Semua pun akhirnya menghela nafas, sambil tetap mencoba mengingat memori SD yang sudah hampir terlupakan. Suasananya sungguh hening.
“Yah, walaupun aku melupakannya tapi entah kenapa aku merasa sangat kehilangan.”Toni akhirnya angkat bicara.
Teman-temanyang lainnya dengan serempak menganggukkan kepala, termasuk aku. Entah kenapa ketika mendapatkan kabar kematian ‘Si Badung’ perasaanku tiba-tiba tidak enak.Aku merasa seperti melupakan sesuatu yang sangat penting. Teman-temanku di sini pun sepertinya merasakan perasaan yang sama. Setelah mendengar kabar mendadak tersebut, kami segera berkumpul.
Saat ini, kami berada di rumah Mira. Aku, Mira, Rani, Toni, Anjas, Dani dan Vina merupakan sahabat dari SD sampai sekarang. Kami walaupun sudah berkeluarga, tetap sering bertemu dan berkumpul layaknya kami sewaktu masih sekolah.  Kami tetap menjalin komunikasi, walaupun itu sebatas menanyakan kabar masing-masing.
“Kapan dia dimakamkan?” Rani bertanya setelah dari tadi terdiam.
“Katanya jam 4 sore, ada yang ingat lokasinya?” Anjas menanyakan hal yang sedari tadi kulupakan.
“Seingatku tadi Anton bilang di Sekarbela.” Jawab Dani.
“Ok, udah jam 9 nih, aku harus pulang. Semoga besok di pemakamannya kita bisa mengingat sesuatu.” Vina mengambil tasnya di meja bersiap untuk pulang.
Kami pun satu persatu akhirnya pamit pulang juga. Kami memutuskan untuk menunda rasa penasaran ini sampai besok.
***
Tidak pernah kami bayangkan, orang yang datang melayat banyak sekali. Pertanyaan yang terbesit tadi malam muncul kembali, bagaimana bisa anak yang memiliki predikat badung, rasanya sangat berarti. Kami bertemu guru-guru SD kami, serta teman-teman SD kami yang rata-rata sudah tidak kami kenali.
“Kalau Bapak bukan wali kelasnya, mungkin bapak juga tidak akan ingat namanya.”Pak Hartono tiba-tiba ikut nimbrung ketika kami dan teman-teman yang lainnya sibuk mengingat nama asli ‘Si Badung’.
“Eh... Bapak masih ingat?” Dani benar-benar antusias, dipandanginya wajah Pak Hartono lekat-lekat. Ternyata teman-teman yang lainnya pun ikut menatap Pak Hartono.
Pak Hartono jadi salah tingkah, dia hanya tersenyum malu-malu sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal.
“Seingat Bapak namanya Ari Gunawan Syahputra, tapi sangat jarang Bapak mendengar namanya disebutkan.”
Kami semua mengangguk.
“Pak !” Sahutku semangat,” apa dia dulu gendut dan berambut keriting serta suka bolos?” Tanyaku berharap mendengar jawaban ‘iya’ karena entah kenapa aku sangat yakin dengan ingatanku itu.
PakHartono merenung sebentar, kemudian berkata,” hmm ... sepertinya begitu, Bapak masih tidak terlalu ingat, tapi ... seingat Bapak dia memang jarang masuk, dan sangat payah dalam olahraga lari, mungkin karena badannya yang gemuk, haha.” Pak Hartono tertawa kecil tapi terlihat sedih,” seingat Bapak dia anak yang baik,sayang sekali dia meninggal begitu cepat.” Lanjut Pak Hartono.
Kami terdiam.
***
            Sudah hampir sebulan Ari dimakamkan.Namun kami tidak mengingat apapun saat itu. Kami pun menyerah sampai akhirnya beberapa menit yang lalu  Rani menelpon,”Kita harus ketemuan, aku ingat, aku ingat memori kita yang terlupakan waktu SDdulu. Kumpul di rumahku, hari ini.”
            Kami pun berkumpul kembali, setelah pertemuan terakhir kami di pemakaman Ari.
            “ Jadi apa yang kamu ingat.” Vina terlihat tidak sabar.
            “ Ari, eh maksudku ‘Si Badung’ dia...”
          “ Pake nama Ari aja,” sahutku memotong kata-kata Rani. Teman-teman melirikku dengan kesal,” baik ... baiklah aku diam, maaf, lanjutkan Ran.” Kataku.
            “ Baik,” Rani mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. “ Ari yang membuat kita berteman.” Lanjutnya.
            “ Apa? Masa sih? Kok aku nggak ingat yah.” Kali ini giliran Toni yang mendapatkan lirikan kesal. Dia pun segera menutup mulutnya.
            “ Ari mendapat predikat ‘Si Badung’karena suka bolos, suka berantem, tidak pernah mengerjakan PR, suka melawan guru dan hampir tidak punya teman.”
            Kami semua terdiam memperhatikan Rani, sambil mencoba mengingat-ingat.
            “ Namun, suatu hari aku dan Anna menemukan suatu kenyataan pahit kenapa Ari bisa sampai seperti itu.”
            “Bersama denganku?” Tanyaku. Rani mengangguk.
            “ Ari ternyata broken home, bapaknya suka memukulnya, itulah kenapa suka ada memar di wajah, tangan, serta kakinya. Karena tidak pandai bersosialisasi dia tidak punya teman, suka menyendiri dan sangat cepat tersinggung.”
            Aku mencoba tetap memperhatikan cerita Rani walaupun aku sama sekali tidak mengingat apa pun.
            “ Suatu hari aku dan Anna tanpa sengaja melewati rumah Ari, dan  mendengar Bapaknya memarahinya, suaranya keras sekali. Kemudian tak lama berselang Ari keluar dengan mata berair dan badan babak belur. Dia melihatku dan Anna, tapi entah kenapa saat itu untuk pertamakalinya dia berbicara sambil tersenyum,” Hai.” Lalu pergi. Besoknya, dia tidak masuk lagi. Ternyata ada kabar kalau Bapaknya meninggal dibunuh oleh Ibunya.”Rani melirik Anjas,” Anjas apakah kamu mengingat kejadian itu?”
            Anjas tertegun, dia mengernyitkan kening mencoba mengingat sesuatu. Setelah beberapa lama kemudian, dia mengangkat wajahnya,” teropong!” Katanya tiba-tiba sembari bangkit dari tempat duduknya dan mondar mandir sambil memegang kepalanya,” aku menyaksikannya, aku melihat kejadian itu, dari balkon rumahku dengan teropongku!” Teriak Anjas dengan mata terbelalak. Kemudian Anjas tiba-tiba terdiam,” Ari ... Ari sendiri yang membunuh Bapaknya.”
            Serentak aku dan yang lainnyateriak,” Apa!”
            Rani tersenyum, sedangkan kami tambahtidak mengerti dengan semua cerita itu,” akhirnya kamu ingat juga Anjas.” KataRani,” tetapi tentu saja karena masih kecil, kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kamu menceritakan hal itu pada Dani dan Toni, tapi tetap saja kalian tidak tahu harus berbuat apa dan hanya diam saja karena takut. Oh ya, Ibu Ari bekerja sebagai pembantu di rumah Vina, apa kamu masih ingat BiJamilah Vin?” Kali ini Rani melirik Vina.
            “ Bi Jamilah?” Vina juga mencoba mengingat. Dia mungkin memiliki terlalu banyak pembantu, atau mungkin saat itu dia terlalu kecil untuk mengingatnya. “Ah!” Sahutnya tiba-tiba. “Apa!”Teriaknya kemudian.
           “ Dan ... Bapaknya Ari adalah salah satu pegawai perusahaan Bapakmu Mir,” dan sekarang Rani melirik Mira. “ Pak Gunawan,” sambungnya.
            “ Apa? Nggak mungkin, Pak Gunawan sangat baik kok, mana mungkin dia tega memukul anaknya.” Kata Mira.
            “ Yah itulah kenapa Bapakmu suka padanya, sehingga ketika dia meninggal, Bapakmu lah yang menyekolahkan Ari. Akupun baru mengetahuinya.” Rani menghela nafas,” sebenarnya dia memang Bapak yang baik, tapi kalau stress dia suka minum minuman keras dan jika mabuk dia menjadi tidak terkontrol. Ari sendiri yang menceritakan hal ini, seandainya kalian mengingat wajah Ari yang ketakutan ketika bercerita mengenai Bapaknya.”
            “ Oh ya!” Lanjut Rani tiba-tiba,”tahu kenapa hanya kamu yang ingat namanya An?” Aku menggelengkan kepala,” itu karena kamu pernah duduk di sampingnya dan kamu lah satu-satunya yang memanggil dia dengan namanya, sedangkan kami tetap memanggilnya badung.”
            “Oh, pantas saja,” pikirku dalam hati.
Kami semua terdiam, ternyata kami semua seperti terhubung dengan Ari. Sedikit demi sedikit ingatan itu muncul perlahan-lahan.
            “ Jadi, awal kita semua berteman bagaimana?”Mira sepertinya masih belum ingat.
            “ Aku dan Rani menguping waktu Anjas cerita ke Toni dan Dani.” Kataku.
            “ Yah semenjak itu kita menjadisering mengobrol dan Ari sebagai topiknya.” Anjas menambahkan.
            “ Kalian mengajakku ngomong pertamakali menanyakan tentang Bi Jamilah, dan lama kelamaan aku pun ikut sering kumpul dengan kalian, membahas Ari.” Kata Vina.
            “ Semenjak kematian Pak Gunawan, aku mencoba mencari anaknya dan tanpa sengaja aku bertemu kalian, dan ... aku tidak begitu ingat, yang jelas aku pun menjadi sering mengobrol dengan kalian.” Mira akhirnya mengingatnya.
            “ Yah kurang lebihnya begitu.” Kata Rani.
            “ Bagaimana kamu tiba-tiba mengingatnya?” Tanya Dani.
            “ Kalian lupa kalau suamiku itu polisi. Mendengar ceritaku, dia mencoba iseng-iseng mencari data mengenai Ari,dan tanpa disangka dia menemukannya. Mendengar cerita suamiku, aku pun langsung mengingat semuanya. Yang membuatku tak habis pikir, bagaimana bisa kita melupakan orang yang selalu menjadi topik pembicaraan kita waktu itu, dan ...”
            “ Kalau Ari pernah menjadi teman kita,” lanjutku.
            Semuanya terdiam. Ternyata ... kita terlalu sibuk dengan diri kita sendiri sampai kita melupakan Ari. Sekarang dengan jelas aku mengingatnya. Ibu Ari dipenjara. Ari yang masih kecil saat itu tidak tahu harus berbuat apa dan hanya bisa menuruti semua kata Ibunya. Yang mengetahui kenyataan itu hanyalah kami, Ari dan Ibunya. Ari pun pindah sekolah.Dan semenjak itu tidak ada lagi kabar darinya.            
            “ Lalu ... bagaimana dengan dia yang sangat disegani oleh orang sekampung dan bagaimana dia meninggal?” Tanya Toni.
            “ Sebenarnya semenjak mengingat semua itu, aku ingin langsung menghubungi kalian, tapi ... aku terlalu penasaran sehingga aku mencari tahu apa yang kamu tanyakan itu Ton.”
            Rani bercerita panjang lebar,” Ari disenangi oleh orang sekampung karena Ari sering membantu jika mereka kesusahan, hampir semua orang dikampungnya sudah pernah menerima bantuannya.”
Rani meminum tehnya lalu kembali melanjutkan,” Ari ternyata menjadi pengusaha yang sukses dan sempat mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Namun usahanya sempat bangkrut karena ada salah satu pegawainya yang menggelapkan uang perusahaan.Pegawai itu berencana mau melarikan diri, tapi Ari mencegatnya terlebih dahulu.Pegawai itu terdesak dan dengan mengendarai mobilnya dia menabrak Ari dan kabur. Ari sempat dibawa ke rumah sakit, namun meninggal setelah beberapa jam dirawat. Pembunuh Ari masih dalam pengejaran.”
“Lalu ibunya?” Toni bertanya.
“Ibunya setelah keluar dari penjara tinggal dengan Ari, namun sekarang katanya pindah keluar kota. Entahlah, tapi ... perusahaan itu katanya dikelola oleh salah satu kerabat Ari, mungkin keluarga dari Ibunya.”
            Hening. Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Kami pulang dengan membisu, sepertinya tidak ada salah satu dari kami yang berniat mencairkan suasana. Walaupun rasa penasaran tersebut sudah terbayarkan, namun ternyata cerita yang kami dapatkan malahmembuat mood kami jelek. Kami pun pamit dengan wajah lesu.
Kisah hidup Ari begitu menyedihkan untuk diingat, dia pasti telah melewati masa-masa yang sulit. Kami berharap paling tidak dia meninggal bukan karena dibunuh.Beribu macam pikiran berkecamuk di otakku, aku lelah.
Malamnya aku memimpikan Ari, entah kenapa aku menganggapnya begitu, walaupun aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya semenjak SD. Dia tersenyum padaku, mukanya putih berseri, dia sungguh bahagia, pikirku. Dia melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan, tapi yang membuatku lega adalah karena dia tersenyum lebar dan benar-benar terlihat sangat bahagia.
KRIIIING KRIIIIING
            Aku terbangun karena deringan telepon. Mataku terasa basah, kuusap dengan malas air mata yang mengalir di pipiku.
            “ Halo?”
            “Anna! Aku ... aku ... memimpikan Ari!”
            Ternyata Rani yang menelepon. Aku sedikit kaget dengan mimpi kami yang sama. Tetapi esoknya aku mengetahui kalau mimpi yang sama juga terjadi pada teman-teman yang lainnya.Kami pun akhirnya tertawa dan entahlah semenjak itu Ari tidak pernah muncul lagi di mimpi kami. Namun satu hal yang pasti, kami tidak akan pernah melupakan dia lagi.
***
Ok... sampai di sini ceritanya,...
Makasih buat yang udah baca ampe selesai yah ^^d....
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LeeAne butuh saran dan komentarnya...
Berkomentarlah dengan bahasa baik And no SARA yah guys :)