Rabu, 03 Juli 2013

Huuff~ Day by Day...



KiKi menatap langit sore yang sudah mulai menguning, pikirannya melayang entah kemana. Akhir-akhir ini pikirannya tak jelas memikirkan apa, teman-temannya sudah mulai sibuk dengan diri masing-masing, Rani aneh karena JinKi, Ilma suka melamun karena laki-laki yang tak jelas namanya, dan Wulan...Ada apa dengan anak itu? 
Terlintas kembali ingatan seminggu yang lalu, saat dia menjadi sukarelawan menemani Wulan di panti Jompo. Wulan terlihat begitu terpesona dengan karisma si JunHyung. Yah... Wulan rada tomboi, tapi dia nggak pernah dapetin perhatian dari cowok sebelumnya, mungkin karena postur tubuhnya? entahlah ...Wulan memiliki tinggi di atas perempuan pada umumnya dan tak jarang di atas pria kebanyakan sehingga teman-teman cowoknya lebih sering memperlakukan dia layaknya cowok ketimbang cewek. Mungkin inilah yang membuatnya sedikit shock saat JunHyung dengan gagahnya mengangkat tubuh-nya tanpa berfikir panjang. Saat JunHyung mengurut kakinya, Wulan tak henti-hentinya menatap laki-laki itu. KiKi yang tak habis pikir dengan penglihatannya, bahkan sampai lupa mengambil moment penting itu. Inilah mungkin yang namanya jodoh, saat Wulan hampir putus asa dengan siapa yang akan jadi pasangan hidupnya, tiba-tiba sosok laki-laki ini muncul. 
KiKi tersenyum kecil mengingat tingkah Wulan. Setelah Wulan pikirannya kembali melayang ke... Rani. Ingatan setahun yang lalu masih terekam dengan sangat jelas, saat dimana Rani begitu kelimpungan karena membutuhkan uang untuk proyek risetnya yang diluar perkiraan. Riset konyol yang dia lakukan dengan beberapa teman klubnya pecinta robot. KiKi tak habis pikir, bagaimana bisa Rani tertipu oleh kumpulan manusia tak jelas itu, setelah mengembat uang Rani mereka menghilang begitu saja. Bayangkan, tanpa ilmu mereka bercita-cita membuat robot. Dengan ilmu seadanya plus try and error alhasil mereka mengeluarkan biaya yang cukup besar, walaupun awal kesepakatan mengatakan kalau biaya ditanggung semua anggota, tapi berdalih meminjam uang Rani dulu menyebabkan ludesnya uang Rani seketika, tanpa hasil yang pasti melainkan sakit di hati. Rani uring-uringan sepanjang hari, tim nggak jelasnya yang berjumlah 4 laki-laki dan dua perempuan itu benar-benar menghilang seperti ditelan bumi. Parahnya, nama yang sehari-hari mereka gunakan ternyata hanyalah nama samaran, kalah telak, Rani tak henti-hentinya menyesali kebodohan dirinya yang begitu mudah mempercayai orang. Pihak berwajib mengatakan kemungkinan orang-orang ini merupakan sekumpulan orang professional yang memang sering melakukan penipuan seperti ini. Hanya saja… kenapa Rani?
KiKi menggeleng-gelengkan kepala tak habis pikir sambil menghela nafas, matanya terus terpaku menatap kumpulan awan-awan yang warnanya sudah seperti es krim saja, sedikit oranye dan agak merah. KiKi semakin membenamkan dirinya di rumput di pinggir sungai yang semakin tinggi saja, sambil matanya tanpa berkedip menatap lurus ke atas. Suara desiran air sungai dan kendaraan yang melewati jembatan di dekatnya terdengar seperti irama di telinga KiKi. Sore yang damai, KiKi mulai mengantuk, matanya baru saja akan tertutup—
“Kamu menyukai gadis yang bernama Ilma itu?! Sejak kapan?!”
Sontak mata KiKi terbuka mendengar suara seorang perempuan yang begitu melengking tak jauh dari tempatnya berada.
“Bukannya kamu bilang kamu tidak menyukainya, kenapa tiba-tiba? Hah…ada apa denganmu!! Hiroshi!! Jawab aku!!”
“Hi-ro-shi? Siapa itu?” KiKi masih belum mencoba mencari sumber suara, tapi telinganya sudah sangat waspada mendengarkan.
“Aku… tidak tahu, tolong Risa, jangan desak aku. Aku juga bingung… bisa tidak kamu tinggalin aku sendiri.”
“Bagaimana mungkin aku ninggalin kamu !! ingat ya!! Aku tidak akan pernah ngebiarin kamu sama cewek itu!! Aku nggak rela!! Hiro!! Hiroshi!! Kamu denger aku nggak!!”
Gadis itu terus berteriak, dari suara langkah, KiKi bisa memperkirakan kalau laki-laki bernama Hiroshi itu telah meninggalkan gadis itu terisak sambil merintih sendirian. Penasaran, KiKi sedikit mendongak melihat keberadaan kedua orang itu, dari kejauhan terlihat sosok Hiroshi yang samar-samar terlihat karena terpaan sinar matahari sore, ternyata dia kembali, meredakan amarah gadis tadi, terlihat gadis tadi bersender manja di dada Hiroshi. Mencoba untuk melihat lebih jelas, KiKi dengan hati-hati bangkit dari tempat berbaringnya tadi, tanpa menimbulkan suara, tapi…
“Aw!!” tanpa sengaja dia menginjak roknya sendiri sehingga dia kehilangan keseimbangan dan berguling dengan bebas sampai tercebur ke sungai.
Hiroshi dan gadis tadi tersentak mendengar suara teriakan, bergegas mereka mencari tahu arah sumber suara. KiKi dengan susah payah meraih bibir sungai, badannya terasa berat karena baju plus jaket tebalnya basah semua.
“Butuh pertolongan?”
KiKi mendongak melihat siapa pemilik tangan yang terjulur itu. Hiroshi? Dan sebelahnya gadis tadi, mukanya masih sembab.
“Ah..iya makasih.” KiKi tersenyum sambil segera meraih tangan Hiroshi.
“Hmmm… kalau begitu kami permisi, aku rasa kamu harus segera mengganti bajumu, cuaca sangat dingin.” Saran Hiroshi dan setelah itu segera berlalu.
KiKi hanya tersenyum, malu. Ditatapnya dua orang itu sampai hilang dari pandangan. Tiba-tiba angin sepoi-sepoi bertiup, spontan tubuh KiKi meliuk-liuk kayak ular, dinginnya benar-benar menggigit, dia sangat butuh cokelat panas. Bergegas diambilnya tasnya yang masih tergeletak di rumput samping sungai. Berjalan dengan tubuh basah kuyup di sore hari menjelang malam bukanlah pemandangan yang sedap dilihat, KiKi berusaha menyembunyikan wajahnya di balik tasnya. Tapi terlepas dari pandangan orang yang berpapasan dengannya, KiKi masih terus mengingat-ingat dimana dia pernah melihat wajah Hiroshi … dimana yah?
***
Ilma menatap acara televisi dengan lesu, ingatan tentang pertemuannya dengan JYH masih berbekas dengan sangat jelas. Perasaan berbunga-bunga yang tiba-tiba berubah menjadi berduri-duri.
Sedangkan di tempat yang lain, Rani termangu menatap foto-fotonya bersama JinKi. “Apa aku sudah gila menyukai anak ABG?” Tanyanya sebal dalam hati, segera di keluarkannya foto berbagai gaya itu dari dompetnya dan dilemparnya jauh-jauh.” Kenapa aku mesti menyimpannya sih,” Gumamnya kesal. Seketika itu juga sekelebat ingatan setahun yang lalu muncul, dinding kamar Rani tiba-tiba berubah layaknya proyektor raksasa yang menampilkan flashback kehidupan Rani.
JinKi anak SMA sombong yang sangat sulit diatur. Selain manja, dia juga sangat menyebalkan. Awal Rani menjadi guru privatnya adalah neraka. Anak itu benar-benar ingin sekali Rani segera berhenti saat itu juga, tapi tekad Rani yang sangat membutuhkan uang mengalahkan semua ancaman, makian, cacian, hinaan dan bahkan perbuatan JinKi yang tak henti-hentinya membuat Rani naik darah. Penipuan yang baru diterimanya saat itu dari orang antah berantah membuat serangan JinKi tidak berarti. Setelah dua bulan berlalu, JinKi tampak lelah meladeni Rani, dia mulai melunak, dan lama-kelamaan berubah menjadi anjing peliharaan Rani, maksudnya menjinak. Rani menikmati kebersamaannya dengan JinKi, dia merasa menemukan keluarga baru atau lebih tepatnya adik baru. Hanya saja… lama kelamaan JinKi mulai menampakkan perhatian yang berlebihan padanya, Rani menjadi sedikit risih. Tapi… dia tetap berusaha untuk menetralisir perasaannya.
“Nuna… ada photobox tuh, kita fotoan yuk,” JinKi menarik tangan Rani saat mereka sedang berjalan-jalan di pusat perbelanjaan selepas belajar untuk menghilangkan kepenatan.
Rani sebenarnya agak malas, tapi… JinKi terlihat begitu antusias, maka dia pun menuruti permintaan JinKi.
“Ini buat Nuna, ini buatku,” JinKi menyerahkan hasil foto mereka dengan semangat, tapi Rani meraihnya dengan tidak semangat. Melihat reaksi Rani, JinKi segera menarik tas Rani membuatnya agak terkejut, tapi karena tubuh JinKi yang jangkung, Rani tak sanggup meraih tasnya. Dengan cepat JinKi mengambil dompet Rani dan menaruh foto itu di sana.
“Tidak boleh dikeluarkan, ok!” JinKi mengedipkan mata dengan gaya sok imut. Rani hanya tersenyum geli, dia mengangguk pelan.
Tok tok tok
Suara ketukan menghamburkan lamunan Rani.
“Masuk…”
Dari balik pintu, menyembul kepala KiKi yang cengengesan. Dia segera masuk dan menutup pintu rapat-rapat.
“Ada apa ini?” Rani begitu terkejut melihat KiKi yang basah kuyup.
“Hehe, gini Ran… baju hangatku belum kering, sedangkan saat ini aku kedinginan, boleh nggak..”
“Aduuuh… kenapa harus basa-basi sih,” Rani segera bangkit, berjalan menuju lemarinya dan menarik sepotong sweater tebal berwarna biru langit.
“ Nih… cepetan ganti baju, wajahmu udah pucat banget tuh…”
KiKi masih cengengesan sesaat sebelum akhirnya menutup kembali pintu Rani.
***
http://www.koreaboo.com/forum/uploads/307099efe8e5388988e9577deb75d599.jpg
Wulan tak berkedip menatap foto yang terpampang dengan anggunnya di atas meja belajarnya. Foto yang diambilnya diam-diam kemarin saat mengunjungi panti jompo lagi. Sudah sedari tadi mata itu tak mengalihkan pandangannya.
“WulChin!” Ilma membuka pintu kamar Wulan tiba-tiba. Spontan Wulan menyembunyikan foto tersebut di balik bajunya.
Ilma melirik curiga,”Apa itu?” tanyanya penuh selidik.
“Betsuni…nggak ada apa-apa… ngapain juga kamu mendadak masuk kamar orang.”
“Nggak ada… aku lagi bête aja…” Ilma sepertinya kurang semangat untuk menggoda Wulan, dengan malas dia merebahkan dirinya di ranjang Wulan yang empuk, sambil meraih bantal dan memeluknya erat-erat.
“Tahu nggak Wul… JYH ternyata udah punya cewek…”
Wulan yang tadinya nggak peduli dengan kedatangan Ilma langsung terbelalak kaget.” Apa!!”
“Huuff~… yah… belum resmi sih, tapi… dia udah punya cewek yang dia sukai.” Ilma menatap langit-langit kamar Wulan yang berwarna biru langit, terlihat tempelan bintang-bintang glow in the dark yang berjejer rapi di sana.
“Bagaimana kamu tahu? Siapa tahu kamu salah paham…”
“Dia sendiri yang bilang kok, huff… cewek itu temen kecilnya, sekaligus tetangganya, sekaligus cinta pertamanya.”
“Aneh… masa iya dia tiba-tiba curhat ama kamu?”
“ Yah… aneh… aku masih belum tahu namanya, tapi dia malah membicarakan gadis lain dihadapanku.” Ilma tersenyum, tapi mukanya terlihat sangat sedih.
“Apa kamu suka dia?”
“Hampir… entahlah…aku bahkan nggak tahu suka itu kayak gimana.” Ilma akhirnya mengambil posisi duduk.
“Dia ngajak aku ke toko bunga buat nepatin janjinya yang aku sendiri nggak ingat, ngeliat dia kasih aku sebuket bunga mawar, perasaanku betul-betul nggak bisa aku jabarin, aku seneng banget. Tapi… sekejap itu pula seseorang muncul diantara kami. Seorang gadis cantik, dengan rambut ikal sebahu yang tergerai dengan manisnya di pundaknya. Dia tersenyum memandangi kami.” Pacarmu?” tanyanya ke JYH, JYH hanya tersenyum kecil,”Tidak, teman…ah… bagaimana kabar Yuko?” “Ah… dia baik-baik saja, awalnya agak sulit beradaptasi dengan teman-temannya tapi sekarang dia sudah mulai terbiasa.” Begitulah kira-kira percakapan mereka, aku nggak ngerti kenapa masih mengingatnya dengan detail.” Ilma melanjutkan ceritanya yang sekarang lebih seperti mendongeng, terlihat Wulan yang menyimak begitu penasaran dengan kelanjutan cerita Ilma, posisi duduknya kali ini sudah sangat siap menerima curhatan Ilma selanjutnya.
Ilma menatapnya sejenak,Wulan nyengir kuda.” Aku ninggalin mereka ngobrol, malas aja. Aku akhirnya ngabisin waktuku berkeliling melihat bunga-bunga yang nggak keliatan cantik lagi.”
Wulan merasa tidak nyaman melihat raut wajah Ilma yang memelas, akhirnya dihampirinya Ilma dan ditepuknya pundak Ilma dengan lembut.”Lalu… setelah perempuan itu pergi, dia nyerocos aja bilang ama aku, kalau cewek itu temen kecilnya lah, cinta pertamanya lah, tapi dia selama ini hanya bertepuk sebelah tangan, sampai si cewek nikah aja, dia masih belum ngungkapin isi hatinya.”
“Wah… dia sepertinya sangat terpukul ampe nggak liat tempat curhat.”
Ilma menatap Wulan dengan tajam. Wulan hanya cengengesan.” Nggak kok, nggak kamu nggak ember kok nggak, hehe…”
Tapi… begitulah. Ilma nggak ember, hanya saja dia adalah orang yang nggak tahan untuk nggak cerita ama ke-3 sahabatnya. Makanya, Ilma adalah yang paling terbuka diantara mereka.
Akhirnya cerita mengenai cinta JYH sampai pula ke telinga Rani dan KiKi, mendengar cerita itu, KiKi kembali teringat, kejadian kemarin sore saat dia harus jadi bahan tontonan sepanjang jalan karena pulang dalam keadaan basah kuyup di udara sedingin es. Tapi.. KiKi masih enggan bercerita, dia masih mau mengingat sendiri terlebih dahulu, siapa wajah yang tak asing itu.
***
“Sendirian?”
Saat itu Wulan sedang duduk sendirian di halaman panti, matanya menyisir setiap apa pun yang dapat dijangkau oleh pandangannya.
“Eh?” Wulan tanpa sadar menjatuhkan roti di tangannya.
Melihat itu, JunHyung merasa bersalah. “Ah maaf…aku nggak nyangka kamu akan sekaget ini.”
Wulan benar-benar salah tingkah, “Aduh… KiKi kemana sih, ke kamar mandinya lama banget,” gumamnya gusar.
“Oh..bareng KiKi yah?” Kembali JunHyung bertanya. Wulan mengangguk.
KiKi yang baru keluar dari kamar mandi tertegun saat melihat Wulan sedang mengobrol asyik dengan JunHyung, wajah Wulan terlihat tersipu.
“Wah… jadi penasaran mereka bahas apa,” Baru aja KiKi mau mendekat, seseorang menarik kerah bajunya.
“Siapa it--?! Seseorang menutup mulut KiKi dan menarik tubuhnya menjauh. Bersikeras KiKi melepaskan tangan itu.
Setelah agak jauh akhirnya orang itu melepaskan tangannya. “Siapa sih!!” KiKi membalikkan badannya dengan wajah yang sudah memerah karena kesal.
Furukawa menatapnya dengan malas,”Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu mau menghancurkan kencan mereka?” sambil menyilangkan tangannya di dada dia menampakkan wajah yang seperti meremehkan KiKi.
“Aku… aku nggak bermaksud mengganggu mereka, aku…”KiKi tersadar,” Kenapa kamu juga ada di sini dan kenapa aku harus berbicara panjang lebar denganmu.” KiKi membalas tatapan menyebalkan dari Furukawa dengan sinis.
Hening… mereka berdua terdiam, tak ada yang berminat untuk mengucapkan sepatah kata pun.
Sedangkan di tempat yang lain tampak hubungan Wulan dan JunHyung semakin lama semakin mencair, keduanya sama-sama supel sehingga mudah mencari topik pembicaraan yang menyenangkan.
“Tapi… ngomong-ngomong, apa KiKi nggak terlalu lama di kamar mandi?” JunHyung tiba-tiba saja kepikiran. Wulan pun akhirnya teringat,” Iya yah…apa kita susul saja?”
Mereka akhirnya memutuskan untuk melihat keadaan KiKi yang sudah cukup lama di kamar mandi. Mereka tidak tahu kalau KiKi sedang uring-uringan karena di suruh menemani salah satu nenek yang mengalami masalah pendengaran bersama Furukawa.
“Bisa tidak kamu menggunakan bahasa Jepang yang benar.” Furukawa untuk kesekian kalinya mengomel.
“Hello!! Kalau emang bahasa Jepangmu lebih bagus kenapa nggak kamu aja yang teriak-teriak sana!!” KiKi udah mulai serak karena teriak dari tadi tapi tidak membuahkan hasil.
“Tenggorokanku udah sakit,” Furukawa tak kalah seraknya. Mereka berdua benar-benar sudah parah.
JunHyung dan Wulan tanpa sengaja melewati KiKi dan Furukawa yang suara teriakannya benar-benar menarik perhatian, membuat orang yang melihatnya cekikikan.
“Ada apa ini?” JunHyung menghampiri.” Ah… Nenek Mizushima… kenapa nenek ada di sini?” JunHyung berkata pelan sambil memberikan bahasa isyarat.
Setelah dari tadi bengong nggak jelas, akhirnya Nenek ini merespon. Tentunya dengan bahasa isyarat, ternyata Nenek ini gagu. JunHyung menawarkan diri untuk mengantar Nenek Mizushima ke kamarnya,” Aku tinggalin kalian bentar yah, maaf udah ngerepotin.”
JunHyung pun segera berlalu mendorong kursi roda yang membawa Nenek Mizushima, Nenek Mizushima terlihat sangat senang, dia melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum ke KiKi, Furukawa dan Wulan yang bengong.
“Huuff~ ternyata bukan pendengaran terganggu tapi tuli.” KiKi terdengar seperti robot, datar dan serak.
“Huuff~ apa perawat tadi mengerjai kita?” Furukawa tak kalah keselnya. Wulan yang melihat mereka berdua hanya terdiam bingung mau berkata apa.
***
Neol sarangha gesso onjekkajina
Neol sarangha gesso jigeum I sunggan chorom…
Rani terlelap mendengar playlist mp3-nya yang sudah memutar lagu hampir 3 kali. Tiba-tiba ponselnya bergetar, sontak Rani terbangun, diraba-rabanya sekeliling tempat tidurnya mencari dimana letak ponsel itu berada. Ponsel itu terus bergetar, Rani hampir gondok sampai akhirnya dia menemukan ponsel itu terselip di ujung ranjangnya.
Tampak di layar ponsel, nomor tak di kenal. Tapi tanpa pikir panjang, Rani memencet tombol answer.
Moshi Moshi
Nuna?
Rani tertegun, JinKi?
Nuna? Tolong jangan matiin… aku udah putus asa, aku udah tak tahu lagi bagaimana cara menghubungi Nuna, aku benar-benar ingin ngomong sesuatu dengan Nuna, aku rasa Nuna perlu dengar ceritaku.
Rani tidak berkata apa-apa, dia hanya terdiam.
Huuff, tolong … temui aku di café x, pukul 06.00 sore, aku tunggu, aku akan tunggu sampai Nuna muncul. Aku serius..
Tut…tut…tut…
Rani menghela nafas… “Kenapa aku seperti ini? Kenapa aku begitu kecewa dengan JinKi sampai marah seperti ini padanya, ada apa denganku?” Rani memukul-mukul kepalanya kesal. “JinKi itu hanya kuanggap sebagai adik, yah hanya sebagai adik, tapi… kenapa aku sangat kesal.”
Bersambung



5 komentar:

  1. WAAAAHHHHH.....

    sy bener2 membayangkan wajah2 itu (>..<)' dan aku terbawa *ih apa coba*

    BalasHapus
  2. awww..
    harus dingatkan klo inii sekedar fiksi.. fiksi..
    fokus..

    BalasHapus
  3. entah kenapa saat sebelumnya sempet blank mau nyeritain kayak gimana, eh ran2 ingetin, tiba2 aja ide muncul, apalagi kebetulan sehari sebelumnya sy baca buku kayak orang mabok, jadinya kemarin nulisnya sedikit lebih lancar... :)

    yah... fiksi tapi mungkin ada bagian yang pengen jadi fakta yah Lan,kkkk

    BalasHapus
  4. hahahahahahahaaaa... mbak uLan geli sendiriiiii...
    Sapa ituu yg sukak sama iLma...??? sapaaaaa...??
    sukak sy ceritanya jinki n nuna... kayak ceritanya my tutor friend gt...

    BalasHapus

LeeAne butuh saran dan komentarnya...
Berkomentarlah dengan bahasa baik And no SARA yah guys :)