“BAAANG!!!
Bisnya meledak, tak ada yang tersisa tak ada yang selamat. Akhirnya jalanan itu
menjadi jalan angker karena dipenuhi spirit-spirit para korban kecelakaan.”
Toni dengan semangatnya menceritakan tentang keangkeran jalan tol x yang akan
kami lalui sebentar lagi.
“Hei
Ton kamu bisa diem nggak!! Kalau takut nggak usah ditularin ama yang lain
dong!!” Rina yang dari tadi ikut menyimak cerita Toni terlihat gerah.
“Iya…
kamu bisa diem nggak Ton…” Ternyata semua menimpali positif pendapat Rina.
Toni
akhirnya cuma menelan ludah dan kembali ke tempat duduknya.
Aku
bisa melihat guratan ketakutan di wajahnya. Aku sendiri juga takut, dan kulihat
raut wajah teman-teman yang lainnya, jelas sekali mereka juga terlihat tegang.
Bukan cerita tentang tol x yang membuat kami takut. Tapi…
“Woi!!
Kok semua jadi tegang gini!! Yang santai dong kawan, rileks rileks, kita kan
mau pergi refreshing, masa tampangnya nyesek gitu.” Yona berteriak ceria
memecahkan kesunyian, mencoba melunakkan suasana.
Tak ada
respon, semua mata tertuju padanya tapi pandangan mereka semua memelas. Yona
akhirnya Cuma menghela nafas dan duduk kembali di tempat duduknya. Aku tahu, Yona
juga sebenarnya takut, jadinya dia juga mencoba untuk mencairkan ketegangan. Sayang,
dia nggak berhasil. Ketegangan itu terus berlanjut dan semakin menjadi-jadi sesaat
setelah bis kami memasuki tol x.
Bis
yang kami tumpangi melaju dengan sangat kencang, aku bisa melihat dari luar
jendela pohon-pohon berlalu silih berganti dengan cepat. Aku mencoba
menenangkan diriku, sesak… entah kenapa aku merasa sesak.
CIIITT!!
Tiba-tiba bis yang kami tumpangi oleng dan pengereman mendadak segera
dilancarkan. Suasana histeris langsung terdengar, semua anak berteriak,
memegang apapun yang dapat mereka raih dengan erat. Aku juga melakukan hal yang
sama. Hal yang paling kami takuti akhirnya terjadi…kecelakaan.
Kejadian
itu begitu cepat, aku nggak tahu apa yang terjadi sebenarnya, yang aku ingat
hanya…
Tiiit…Tiiit…Tiiit…
Aku
tersentak. Samar-samar aku melihat ruangan tempatku berada. Mataku terasa berat
sekali, kepalaku juga terasa sakit.
Tiiit…Tiiit…Tiiit…
Suara
itu terdengar lagi, aku mencoba mencari sumber suara. Tanganku sibuk
meraba-raba dalam gelap. Saat aku sibuk mencari sumber suara, lampu kamarku
tiba-tiba menyala. Aku langsung menyipitkan mata, lalu perlahan-lahan aku
membukanya berusaha menyesuaikan sinar lampu yang menyilaukan.
“Huuff…
lagi-lagi alarm weker ini berbunyi.” Ibuku masuk dan mematikan alarm weker di
meja tepat di samping tempat tidurku. Lalu tanpa berkata apa-apa dia pergi
begitu saja setelah kembali mematikan lampu.
Jam
12.00, aku sempat melirik jam yang tertera di wekerku sesaat tadi. Dalam rangka
apa aku memasang jam 12.00 sebagai alarmku, pikirku. Tapi rasa kantukku
membuatku tak terjaga lama.
***