Aku maksa banget pengen ngepost sesuatu, tapi apa yah... di penghujung tahun ini, otakku malah buntu.
sambil menunggu cerita Viona oleh Mama, aku kerap kali mikirin kelanjutan cerita keempat sahabat itu. Berbagai macam ide berkecamuk di kepala. Sebagian melempem karena nggak langsung di tuang, sebagian lainnya nggak jadi tertuang karena merasa ada yang masih kurang dengan ide cerita yang mampir.
Aku masih belum punya inspirasi, dari kemarin sudah banyak ide yang coba kutulis, tapi nggak ada yang selesai. Semua cerita yang kubuat terasa terlalu bertele-tele. Aku sendiri kurang yakin dengan akhirnya. Ada pula cerita yang akhirnya udah kebayang, tapi waktu mulai membuat awalnya, eh ujung-ujungnya ceritanya jadi nggak sesuai dengan akhir yang udah aku kemas.
Sekarang ini, aku benar-benar nggak ada ide mau nulis apa. Aku lagi nggak punya sesuatu yang membuatku gregetan. Oh yah... aku basa-basi aja dah. kebetulan beberapa hari yang lalu aku nonton konser 2PM. Wow! mereka ngomong bahasa indonesia... so happy ngeliat mereka yang berusaha menggunakan bahasa Indonesia. Aku sangat menghargai orang yang ingin mempelajari bahasa negara yang dia kunjungi. So... salut buat 2PM.
Wooyoung sangat lucu waktu salah menyebut "ka-mu" dengan "ku-ma". Dan member lainnya tak kalah lucunya waktu berusaha menggunakan bahasa Indonesia, yah Junsu...dia harus mengulang berkali-kali dan ujung-ujungnya yang dia katakan tetap salah. Sayang...aku lupa apa yang mereka katakan, aku terlalu excited liat tampang mereka yang berusaha untuk mengucapkan bahasa indonesia dengan baik dan benar.
Aku suka lagu "Hands Up" by 2PM, tapi aku lebih excited waktu mereka nyanyiin lagu anak-anak "satu-satu" di konsernya.... Aku selalu senang saat ada artis luar negeri yang saat konser mencoba menyanyikan lagu berbahasa indonesia serta berusaha menyapa menggunakan bahasa Indonesia dan saat wawancara berusaha menggunakan bahasa Indonesia.
Menurutku memang seharusnya begitu. Hal itu menunjukkan kalau mereka begitu menyayangi fans mereka sampai mereka berusaha untuk dapat berkomunikasi dengan fans mereka walaupun kata-kata itu hanya seperti "selamat malam" "apa kabar" "aku cinta/sayang kalian"...bagaimanapun setiap kata yang mereka ucapkan akan memberikan kesan tersendiri di hati para penggemarnya...
Setelah ngeliat konser-konser para artis korea, sebut aja SuJu, SM Town, Big Bang, dan mungkin yang terakhir 2PM... I proudly said ... 2PM is the best...yah walaupun konser yang ditayangin nggak lengkap.
Selain karena aku emang suka lagu mereka, juga karena mereka berusaha menggunakan BAHASA INDONESIA....
SO SWIIT... :)
Tahun ini emang seru menurutku, banyak konser, banyak pernikahan, ada konflik internal yang kalau diingat-ingat rasanya gimanaaaa gitu (forget it) dan yang lebih fantastis adalah adanya isu Kiamat... Semua orang menantikan malam pergantian tahun. Aku pun siap2 naik ke lantai atas tanpa atap di kosku untuk menikmati tontonan kembang api GRATIS!!...bakalan nggak bisa tidur nih... seperti tahun kemarin, wah rasanya baru kemarin aja tahun baru.
A person by my name and being existed With a strong spirit and an eternal mindset To become a peacemaker for all By sharing the things that really matter "About Things That Matter" Mattie JT.Stepanek
Senin, 31 Desember 2012
Jumat, 21 Desember 2012
Mari Berimajinasi Minna !!
Peter
Mooneyham… adalah sosok lelaki idaman
para wanita, tentu saja dijamannya. Aku nggak begitu percaya dengan cerita itu,
apalagi keluarnya dari orang yang ngefans berat ama dia, Nenekku.. Carla
Mooneyham.
Nenek
setiap hari menceritakan sosok kakek sewaktu muda, aku jadinya punya bayangan
tersendiri mengenai karakter kakek yang diceritakan nenek. Melihat kakek yang
sekarang, semua cerita nenek hanya seperti karangan belaka.
Baiklah,
kuakui dengan umur yang sudah menginjak 78 tahun, kakekku masih memperlihatkan
paras tampannya. Badannya pun nggak loyo-loyo amat. So… secara fisik okelah,
cerita nenek tentang kepopuleran kakek dapat diterima, tapi… kalau dilihat dari
karakter kakek, hmmm… tunggu dulu.
“Carla…
buatin aku kopi, tanpa gula…”
“Willow…
buatin kakekmu kopi yah…”
Aku segera membuatkan kakek kopi.
Tapi.. waktu kakek mulai meminumnya…
“Kopi
apaan ini? Pait banget!”
Begitulah…
yah anggap saja ini adalah faktor umur… Kakek mulai lagi marah-marah nggak
jelas, mengira kami (aku dan nenek) sengaja ngerjain dia… lucu sih sebenarnya.
Kakek suka nggak mau salah apalagi mengalah, kalaupun jelas dia salah, dia akan
bertampang sok cool dan menyuruh kami menganggapnya angin lalu, tapi kalau kami
yang salah (aku atau nenek) kakek akan terus membahasnya sampai aku sebel
sendiri.
***
“Willow… Zack nyariin kamu…”
Viona berkata lirih padaku, sambil memberikan kode untuk mengikutinya.
Aku akhirnya pergi mengikuti
Viona, setelah menaruh tasku di meja. Kami menuju ke basecamp kami, tempat
tersembunyi di belakang halaman sekolah. Sambil menelusuri semak-semak belukar,
sesekali aku kibaskan tanganku menghalau ilalang yang tingginya hampir melebihi
tinggiku. Gubuk yang tak terurus itu akhirnya kelihatan, sudah cukup lama aku
nggak menginjakkan kaki di sana. Gubuk yang setahun lalu aktif kami gunakan,
sekarang terlihat semakin parah saja.
Dulunya kami gunakan sebagai tempat kami berkumpul sesekali waktu membahas apa
saja, tapi… setahun terakhir ini, kami memiliki kesibukan masing-masing
sehingga kita jarang berkumpul lagi, apalagi semenjak Ryan pindah sekolah. Entahlah…apa
yang membuat Zack memanggilku ke sini lagi.
Viona terlihat bersemangat. Aku menjadi
tambah penasaran. Viona dengan ceria mempersilahkan aku membuka pintu yang
pegangannya sudah karatan itu.
KREEEAAAK… Pintu itu memberikan
suara besar yang mengerikan saat dibuka, tiba-tiba saja aku merinding. Gelap…
hanya ada cahaya matahari yang mencuri masuk melalui celah-celah dinding yang
terbuat dari kayu itu. KREEEK… nggak pintu, nggak lantai…dua-duanya memberikan
suara yang membuat jantungku berdebar. Semakin lama kuperhatiin ruangan kosong
ini, semakin jelas kulihat apa yang ada di dalamnya. Penglihatanku akhirnya
normal kembali, aku mulai bisa memperhatikan barang-barang yang ada di dalamnya.
“Zack mana?” tanyaku setelah
tersadar kalau ruangan itu kosong.
Viona hanya tersenyum, “tunggu
aja, sebentar lagi dia balik.”
Aku hanya mengernyitkan kening.
Tapi aku nggak bertanya lagi. Sambil menunggu Zack, kuputuskan untuk
bernostalgia sebentar, tapi.. belum sempat kuperhatikan barang-barangku yang
sengaja kutinggal dulu, terdengar suara teriakan.
BUUUKK… sesuatu mendorongku dari
belakang sehingga aku tersungkur dengan posisi badan telungkup. Aku sangat
kesal, dengan muka geram, aku berdiri dan siap membalas sesuatu yang
mendorongku itu.
“ Maaf Will…”
Aku terpaku, senyum yang sangat
kurindukan itu menhapus segala kekesalanku.
“Ryan!!!” Tanpa pikir panjang
kupeluk sahabat kecilku itu erat sekali, Ryan hanya tertawa dengan tingkah
kekanak-kanakanku.
“Ok..Ok… tenang Will… kamu
membuatku sulit bernafas.” Ryan masih tersenyum, diusapnya air mata yang tanpa
sengaja membasahi pipiku.
“Aku nggak nyangka, kamu
bener-bener kangen sama aku.” Zack meniru suara Ryan dengan mimik serta gaya
lebainya, sontak aku jadi ilfil.
Viona, Ryan dan Zack tertawa
melihat ekspresiku.
“Baiklah…jadi apa yang mau kamu
tunjukin ke aku Zack?”
Zack menepuk pundak Ryan,”ini…”
Ryan tertawa geli, hal itu
menunjukkan kalau Zack sedang bercanda.
Melihat Zack yang sepertinya
senang mempermainkanku, aku hanya terdiam memperlihatkan muka emosi. Dia
langsung terdiam.
“Ehemm..baiklah.” Sahut Zack
memasang muka serius. “Kejadian ini dimulai seminggu yang lalu..jadi…”
“Singkat cerita..”sahutku langsung
memotong kata-kata Zack yang sangat kuduga akan melebar kemana-mana.
Zack terdiam. Menghela nafas
lagi, berdeham. Lalu tanpa berkata apa-apa lagi… dia menarik tanganku… dan…
WOOOOAAAAAAHHHHHH…..
Aku merasa melayang di udara,
badanku terasa ringan,sekelilingku gelap, dan…
“Will…kamu baik-baik saja?”
Terdengar suara Zack lirih mencoba membangunkanku.
Aku membuka mataku, dan…
“Dimana ini!!!” Aku histeris
melihat sekelilingku yang telah berubah. Aku sudah nggak di gubuk reyot itu
lagi.
“ini rumahmu…dan… itu kamu.” Zack
menunjukkan seorang bayi yang sedang tertidur pulas di kotak bayinya. Aku
memandangnya heran. Zack hanya tersenyum.
Tak lama kemudian, seseorang
masuk. Kakekku.
Wajahnya terlihat sedikit lebih
muda, umur kakek saat ini mungkin sekitar 61 tahun. Dia mendekati aku (the
baby). Terlihat wajahnya berseri-seri. Dia terlihat sangat senang, air mata tiba-tiba
mengalir melewati pipi keriputnya. Tak kusangka, kakek ternyata begitu bahagia
dengan kelahiranku.
“ouuuh… cucucucucuku cayank…
eeeeiiiih…kakek gemeeees dah…” tiba-tiba image “cool” kakekku lenyap seketika
melihat tingkahnya yang alay.
Zack terkekeh, kulirik dia dengan
ekspresi mengerikan, Zack langsung menarik nafas, mencoba untuk menahan
tawanya.
“Jadi sebenarnya apa yang terjadi
ini..”
Zack terdiam, terlihat berfikir.
Sesekali dia memperbaiki letak kacamata tebalnya yang tak melorot. Lama aku
menunggu jawabannya. Tak lama kemudian, dia menghela nafas.
Dipandanginya aku lekat-lekat. “huuuf…
sorry Will, I have no idea..hehe”… tampang bodoh Zack berkali-kali lipat
terpancarkan saat ini, menyebalkan.
“Jadi… apa kita bisa balik lagi?”
Zack mengangguk… “dimensi waktu
yang kita lewati setiap detik semakin mengecil, aku tidak tahu berapa lama kita
bisa berada di masa ini, hanya saja aku perkirakan tidak lebih dari dua jam.”
“dimensi waktu? Dimana letaknya?”
Zack menggelengkan kepala.
“Apa?! Kamu nggak tahu! Lalu bagaimana
cara kita bisa kembali?”
Zack mengeluarkan sesuatu. Sejenis
GPS. “Aku sudah mencoba time traveling ini berkali-kali sampai aku dapat
memiliki gambaran dimana letak dimensi waktu itu. Dengan mengetahui keberadaan
kita dimana, kita bisa memperkirakan letak dimensi waktu itu. Dari perhitunganku,
letak dimensi waktu itu sekitar 100 meter dari tempat dimana kita berada
pertama kali, hanya saja dimensi waktu itu mulai terlihat dua jam setelah kita
terdampar di waktu itu.”
“tunggu dulu, kamu bilang, kita
tidak bisa berada di waktu ini lebih dari dua jam, tapi dimensi waktunya baru
muncul setelah dua jam??”
“Yah… dan dimensi waktu itu bisa
lenyap hanya dalam waktu 5-10 menit…yah..itu perkiraanku, kalau kuperhitungkan
laju berkurangnya jari-jari lingkaran dimensi waktu itu perdetik.”
Aku hanya mengangguk mencoba
mengerti. “tapi… sekarang aku sedang berusaha untuk bisa mengatur letak serta
menahan laju pengurangan jari-jari dimensi waktu itu.” Zack mulai terhanyut
dengan pikirannya, mukanya terlihat serius. Seperti layaknya seorang detektif
yang mencoba menyelesaikan kasus, zack mengeluarkan buku kecil yang selalu dia
bawa, entahlah itu buku yang keberapa.
Dengan cepat dia menggoreskan rumus-rumus yang tak kumengerti. Daripada
terlihat blo’on, kuputuskan untuk meninggalkannya dan mencoba berjalan-jalan
sebentar di rumahku.
Aku merinding. Ini adalah rumahku
17 tahun yang lalu? Tak kubayangkan… sangat nyaman.
“Mom…dimana aku letakkan bedak
Willow yah…”
Badanku seketika itu kaku. Seorang wanita berjalan melewatiku. Wajahnya begitu
cantik, rambut merahnya yang halus tergerai indah. Mata hijaunya begitu mirip
dengan mataku. Mom… kau sangat cantik. Tanpa sadar air mataku menetes.
“Honey!... Willow menangis nih…”
Suara seorang pria membuyarkan perhatianku ke Mom. Pria berbadan tegap, dengan
rambut hitam yang mengkilat itu berusaha menghiburku sambil menunggu Mom datang.
Dia sangat tampan dan terlihat penyayang, I really Miss You Dad. Air mataku
mengalir semakin deras.
Kuperhatikan Mom dan Dad sambil
tersenyum sendiri. Perasaan hangat mengalir di sekujur tubuhku. Aku sangat
merindukan momen kebersamaan ini. Tanpa sadar kuhabiskan waktu dua jamku
memandangi mereka. Zack menepuk pundakku.
“Sudah dua jam, saatnya kita
pulang…ayo…”
Aku nggak bergeming, kakiku
rasanya di lem, aku merasa nggak ingin balik lagi, aku ingin melihat wajah Mom
dan Dad lebih lama lagi.
“Aku nggak mau balik lagi Zack.”
“apa kamu udah gila, kalau kamu
nggak balik, kamu akan terjebak di dimensi waktu ini.” Aku nggak memperhatikan
kata-kata Zack.
“Will..Willow..”Zack terus
memanggilku… Aku nggak peduli. Akhirnya dia menarik lenganku dengan paksa. Aku
meronta-ronta sambil memukul-mukul lengan Zack supaya dia melepaskan
genggamannya yang sakit sekali. Aku menangis sejadi-jadinya, Zack tidak peduli,
tanpa mengendurkan genggamannya dia menarikku, sampai kami berada di depan
dimensi waktu yang semakin mengecil. Zack tanpa pikir panjang berlari dengan
sekuat tenaga, aku akhirnya dengan terpaksa ikut berlari.
Tak berselang lama, kami kembali
lagi di gubuk reyot itu. Ryan dan Viona langsung menyambut kami dengan antusias.
Tapi tiba-tiba mereka mengurungkan niat, setelah melihat aku dan Zack yang
pulang dengan muka kucel.
“Lepasin!!” kataku dengan sekuat
tenaga mengibaskan tanganku dari genggaman Zack.
Zack akhirnya melepaskan
tanganku. Tanpa memandangku dia pergi dan duduk, mukanya terlihat sangat kesal,
tapi aku nggak peduli.
Viona dan Ryan terdiam melihatku
dan Zack, terkadang tatapan mereka kearahku tapi kemudian kea rah Zack lagi.
Mereka bingung bagaimana harus bersikap.
“Haaah… Ini adalah saat-saat yang
selalu kunanti, berkumpul dengan kalian lagi, tak kusangka sampai di sini, aku
malah mendapati kalian marahan lagi, padahal tadi perginya baik-baik aja. Ada
apa lagi sih?” Ryan akhirnya memecahkan kesunyian.
“Aduuuuh… kalian belum jadi suami
istri aja udah sering ngambekan gini, apalagi kalau udah nikah..” Viona tersenyum
mengejek.
“Siapa juga yang mau nikah sama
si geek?!”
“Siapa juga yang mau nikah sama
si Mewek?!
Aku dan Zack tanpa sadar bereaksi
dengan kata-kata Viona.
“Apa maksudmu aku ini mewek?”
Kembali aku marah dengan kata-kata Zack.
“Kamu juga kenapa mengataiku
Geek?”
“Kamu emang geek kok… dasar
penggila science!”
“Emangnya kenapa kalau aku suka science!
Daripada kamu cewek mewek!?” Zack menjulurkan lidahnya, aku semakin kesal.
“Aku nggak mewek dasar cowok
berkacamata tebal, jelek, kuper, aneh…” Aku mendekati Zack, yang masih duduk
dengan wajah menjengkelkan.
“wah…wah… Vi..sepertinya kita
balik aja ke sekolah, waktu istirahat udah kelar nih..” Ryan dan Viona sudah
bersiap mau pergi.
“Tunggu!” kembali lagi aku dan
zack berucap bersamaan. Aku mendengus kesal kearahnya, tapi dia sepertinya
pura-pura nggak peduli.
***
Aku memandangi foto Mom dan Dad
sepanjang hari. Kak Sophie yang melihat tingkah anehku akhirnya mendekatiku.
“kangen lagi ya?” kak Sophie
mengelus rambut ikalku.
Aku mengangguk.
“tak terasa 10 tahun sudah mereka
meninggalkan kita, huuuf… ternyata tidak segampang itu melupakan orang yang
sangat berharga buat kita.” Suara kak Sophie bergetar, besar kemungkinan
matanya berair sekarang.
Kak Sophie emang perempuan yang
berhati lembut, sangat sensitif dan manis. Tak salah Ryan menyukainya. Aku mengetahui
hal ini sesaat ketika Orang tua Ryan memutuskan untuk pindah. Ryan yang
terdesak akhirnya menyatakan perasaannya ke kak Sophie, tapi sepertinya kak
Sophie menganggap Ryan layaknya adik sendiri, bagaimana tidak, kami tumbuh
bersama.
“Aku denger, Ryan balik lagi ya…”
Pertanyaan Kak Sophie membuatku terkejut.
Aku hanya tersenyum kecil sambil
mengangguk. “ Emangnya kenapa kak?”
“Haha.. nggak ada…” entah kenapa
wajah kak Sophie tiba-tiba memerah.
Mau kulanjutkan pertanyaanku,
tapi tiba-tiba ada yang memencet bel rumahku.
“Ryan?” Aku terkejut melihat topik
utama yang baru saja dibicarakan muncul begitu aja.
“Aku sebenarnya malu banget
kesini, tapi nih..” Ryan menarik Zack,” dia merasa bersalah ama kamu makanya
dia pengen minta maaf. Ayo ngomong dong…”
Zack hanya menunduk, “ Maaf Will… aku udah kasar sama aku, aku emang nggak
peka…aku…”
“Siapa itu Will?” Kak Sophie
tiba-tiba keluar, matanya tanpa sadar terpaku kearah Ryan. Mereka seketika itu
memalingkan wajah secara bersamaan.
Zack yang tadinya jinak, langsung
buas melihat ekspresi menggelikan kak Sophie dan Ryan, aku sendiri sudah lupa
dengan maksud kedatangan Zack. Spontan kami langsung mengolok Ryan dan kak
Sophie yang sekarang ini kikuk nggak jelas. Tak berselang lama, Viona dengan
ceria datang seperti biasa ke rumahku. Melihatku dan Zack yang sudah akur, dia
berniat mau mengolok, tapi perhatiannya lebih tertuju pada Ryan dan kak Sophie.
Langsung aja sindiran mautnya muncul.
Merasa terpojok, kak Sophie
akhirnya balik ke kamarnya. Aku dan Zack memandangi Viona dengan kesal. Viona
hanya cengir. Tanpa sadar, ternyata Ryan memasang raut muka yang lebih seram.
“Awas kalian!!” Ryan mengejar
kami bertiga. Kami berusaha menghindarinya. Saat itu aku merasa masa kecilku
tak pernah hilang.
***
Cerita ini masih bisa berkembang lagi, sebenarnya jalan ceritanya udah kebayang, hanya saja entahlah…kalau dibuat jadi cerbung kayaknya lebih enak,
hanya saja aku nggak yakin bakalan sanggup untuk membuat cerbungnya… kalau ada
yang berniat untuk membantu aku senang sekali.. :)…
gimana para penulis cerpen amatir? Aku minta kerjasama kalian :) Rany, mama and Yiq...
Aku berikan kebebasan berimajinasi, kembangin cerita ini, terserah kearah mau dilanjutin. Jadi... antara salah satu dari kalian sambung cerita sy ini di blog masing2, ntar lanjutan yang dibuat dilanjutin lagi ama salah satu dari kita lagi, pokonya selang seling gitu, terserah, siapa yang duluan atau belakangan gimana? kalau ada ide langsung aja dituang.... ayo...!!! kayaknya bakalan seru nih...atau kalau emang punya cerita lain,,, kalian bisa share... aku tiba2 kepikir cerbung nih...pasti seru,... :)... bakalan keliatan sudut pandang ama gaya cerita kita...wah kok aku keasyikan sendiri...mau yah yah...
Mari Berimajinasi Minna!!
Langganan:
Postingan (Atom)