Namanya
Doni, Doni Anggara. Wajahnya tampan, tinggi semampai, dengan badan
yang proporsional. Rambut lurus yang selalu tertata rapi tapi tidak terlihat
norak ditambah penampilan yang selalu menawan, membuat Doni tambah semakin
menarik saja. Apalagi, dia memiliki otak encer dan pribadi yang sangat baik.
Dia benar-benar menjadi idola di sekolahnya.
Hidup Doni benar-benar hampir sempurna
beberapa tahun terakhir ini. Akhirnya, 3 tahun terakhir ini dia bisa merasakan
nikmatnya menjadi sorotan. Tidak seperti sebelumnya, Doni sangat menikmati
perannya sebagai buah bibir setiap saat. Oleh karenanya, senyuman di bibirnya
tidak pernah hilang menghiasi hari-harinya. Tanpa usaha yang berarti dia bisa
mendapatkan teman yang banyak. Tanpa mengeluarkan kata-kata gombal, laci
meja-nya sudah dipenuhi oleh amplop-amplop berwarna pink atau terkadang penuh
dengan gambar “love”. Hidup Doni benar-benar mulus tanpa cela. Yah… dia sangat
menikmati masa-masa SMP-nya.
Hari ini adalah hari pertama Doni
menjadi anak SMA. Dengan celana panjang abu-abu, Doni tampak lebih gagah.
Rambut yang sekarang dipotong cepak membuatnya terlihat lebih keren. Doni
benar-benar sudah tidak sabar untuk segera menikmati masa SMA-nya yang akan dia
jalani sebentar lagi.
“Doni!! Wah, kamu tambah gagah aja!”
Raka terlihat begitu bahagia melihat Doni, teman duduknya itu memang fans berat
Doni.
Di samping Raka, berdiri Dimas, Reno dan
Hadi dan… mata Doni tak henti-hentinya menatap seorang gadis cantik yang
berdiri tepat di belakang Hadi.
“Woi!! Liat apaan sih! Kamu naksir aku
yah?” Hadi sok centil menepuk Doni layaknya banci kaleng. Raka, Dimas dan Reno
tertawa melihat tingkah Hadi, tapi Doni meresponnya dengan tampang geli dan
sedikit kesal karena Hadi mengalihkan perhatiannya.
“Doni? Kamu Doni Anggara?” Gadis cantik
yang tadinya menarik perhatian Doni, tiba-tiba menghampiri Doni dan membuatnya
serta keempat sahabatnya terbelalak membisu.
Gadis ini benar-benar cantik, tak pernah
Doni melihat gadis secantik ini sebelumnya. Kulitnya mulus dengan warna kuning
langsat yang tidak pucat. Badannya tidak terlalu tinggi, tapi… tubuh mungilnya
membuatnya terlihat manis. Rambutnya yang ikal dikuncir manis ke samping.
Bibirnya yang mungil membuat senyumnya nampak sangat memikat.
“Ah..eh i-i-iya… apa kita pernah ketemu
sebelumnya?” Doni tanpa sadar ternyata sangat gugup sampai jantungnya berdegup
cukup kencang.
Gadis itu hanya tersenyum, dia
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lembut. “Tapi… aku tahu kamu, hmm…”
“Risa!!” terdengar suara gadis lain
memanggil dari kejauhan. Gadis manis tadi menoleh dan melambai-lambaikan
tangannya dengan semangat.
“Maaf… aku harus pergi… bye… Doni…” Doni
dan ketiga sahabatnya seperti tidak berkedip menatap Risa, senyum menawan Risa
seperti sudah menghipnotis 3 bocah baru gede itu.
***
Setelah hari yang begitu mendebarkan
itu, Doni tidak pernah lagi melihat gadis itu selama masa orientasi sekolah.
Semangatnya ke sekolah menjadi menurun, untuk pertama kalinya setelah sekian
lama dia menjadi uring-uringan ke sekolah.
“Sepertinya rumah Pak Irwan bakalan
nggak kosong lagi.” Ibu Doni mengawali sarapan dengan pembicaraan yang membuat
Doni menjadi tak selera makan.
“Mak-maksudnya? Apa Pak Irwan balik lagi
bu?” Doni seketika itu menjadi mual.
“Entahlah, hanya saja kemarin Ibu lihat
ada mobil yang parkir di depan rumah itu.”
Doni benar-benar tidak bisa lagi
melanjutkan sarapannya, perutnya tiba-tiba saja menolak untuk diisi. Dia
bergegas mengambil tas-nya sembari mencium tangan kedua orang tuanya, dengan
senyum dipaksakan dia melangkahkan kakinya keluar dari rumah.
Doni memandangi rumah kosong yang berada
tepat di samping rumahnya. Sudah 3 tahun inii rumah itu dibiarkan kosong tanpa
ada penghuni pengganti. Tiba-tiba memori yang berusaha dikuburnya sekelebat muncul, segera dia berusaha
mengusir memori tak sedap itu.
Tidak…
dia tidak mungkin balik lagi… tidak…
Doni berusaha melewati rumah itu tanpa
meliriknya sedikit pun, sudah 3 tahun dia berusaha sekuat tenaga untuk
melupakan setiap memori yang pernah dia lewati sebelumnya.
“Doni!” Suara yang nampaknya tak asing
memanggilnya. Anehnya, suara itu sepertinya berasal dari rumah kosong yang
berusaha dihindarinya.
Bulu kuduk Doni seketika itu berdiri,
dia diam terpaku, ingin rasanya kakinya melangkah tapi tak tahu kenapa terasa
sangat berat sekali untuk digerakkan.
“Hei!!” Sebuah tangan menepuk pundaknya
dari belakang.
Sontak Doni berteriak dan tanpa menoleh
ke belakang, dia mengambil langkah seribu. Tak seperti biasanya, Doni nampak
sangat lusuh hari ini. Keringatnya bercucuran, membuat sekujur tubuhnya basah.
Penampilannya benar-benar tidak seperti biasanya. Mukanya yang biasanya cerah
pun hari ini terlihat mendung. Dia terlihat sangat payah, image keren Doni
benar-benar luntur saat ini.
”Wah… ada apa dengan pangeran tampan
kita hari ini, sepertinya ada masalah serius nih.” Reno menggoda Doni, tapi Doni
tidak menampakkan reaksi sedikit pun.
“Jangan diganggu, kamu nggak lihat
wajahnya. Dia seperti baru saja melihat hantu. “ Hadi memperhatikan wajah Doni
yang sangat tegang.
“Baiklah anak-anak… kembali ke tempat
duduk kalian, kita akan memulai pelajaran matematika untuk hari ini.”
Mata pelajaran yang paling disukai Doni
terasa sangat lama pagi itu. Doni bahkan tidak memperhatikan apa yang
disampaikan oleh Bu Leli. Dia benar-benar susah untuk berkonsentrasi, tanpa
bisa di bendung lagi memori buruk itu bermunculan tanpa kendali.
Menjelang malam, suasana hati Doni
semakin memburuk. Lampu kamar di rumah sebelah yang dulunya kosong sekarang
menyala dan terlihat bayangan orang di
dalamnya. Doni merinding. Apa benar dia
sudah kembali? Katanya dalam hati. Pikiran tak menyenangkan yang sedari
tadi pagi mengganggunya terus saja bermunculan.
***
Besoknya Doni berangkat agak siang, dia
kesusahan tidur tadi malam sehingga Ibunya harus menyiramnya supaya dia
tersadar. Dia tidak terbiasa bangun kesiangan dan tidak terbiasa berjalan dengan
langkah cepat. Dengan kesal dia merapikan dasinya yang berantakan. Rambutnya masih
basah dan belum sempat disisirnya. Penampilannya benar-benar urakan.
“Doni! Tunggu!” Langkah Doni terhenti.
Suara tak asing yang sebelumnya pernah memanggilnya dari arah rumah kosong itu
sepertinya mencoba mendekat. Langkah kaki orang itu semakin lama semakin dekat.
Doni baru saja akan berlari tapi dia mengurungkan niat setelah melihat siapa si
pemilik suara.
“Apa kamu mau ninggalin aku lagi seperti
kemarin?” Senyum manis Risa melumerkan suasana hati Doni yang tidak baik dari
kemarin. Menyadari kalau ternyata suara yang kemarin menyapanya adalah Risa membuatnya
bisa bernafas lega.
“Jadi… kamu tetangga baru ku?” Doni
akhirnya dapat menyunggingkan senyum.
“Iya… maaf aku belum sempat berkunjung
ke rumahmu. Orang tuaku baru datang besok, aku sekarang hanya tinggal dengan
pembantuku.”
“Syukurlah ternyata tetangga baruku itu
kamu,” Doni menghembuskan nafas penuh kelegaan. Beban berat di pundaknya lenyap
dalam sekejap. Saking leganya, dia hampir lupa kalau bel masuk tinggal 10 menit
lagi. Langsung tanpa pikir panjang, diraihnya tangan Risa dan mereka berlari
sekuat tenaga menuju ke sekolah.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Cie..cie..ada yang lagi berbunga-bunga
nih ceritanya,” Raka menyikut kepala Doni.
“Aw..hahaha… sakit Raka…” Doni mencoba
melepaskan tangan Raka, tapi sebenarnya dia tidak terlalu memperdulikan tangan itu, karena
pikirannya dipenuhi oleh Risa.
“Akhirnya muka suram kemarin sudah
berubah cerah lagi, syukurlah…”Hadi tersenyum simpul sambil mengambil tempat
duduk tepat di depan tempat duduk Doni. Doni hanya membalas dengan tersenyum.
“Nah… kalau wajahmu kayak gini kan
jadinya enak dilihat…” Reno mengacak-acak rambut Doni. Doni hanya tertawa
menerima setiap perlakuan teman-temannya kepadanya.
“Hei!! Hei !! hei!! Perhatian teman-teman!!
Kita bakalan dapat anak pindahan!!” Dengan nafas yang masih tersengal, Mika berteriak
dengan semangat, menghentikan setiap aktifitas di dalam kelas saat itu.
“Oh ya?? Cewek apa cowok?? Ganteng nggak?
Cantik nggak?” Setiap orang terlihat memberikan reaksi dan pertanyaan yang beragam,
Mika sampai kewalahan.
TOK TOK TOK… “Tenang anak-anak!!!” Bu
Leli memukul-mukul papan tulis membuat perhatian menjadi terpusat ke arah
sumber suara.
“Eheem…baiklah anak-anak, jadi hari ini
kalian kedatangan teman baru. Lisa?” Bu Lelii memandangi pintu kelas, setiap
mata pun akhirnya ikut terpusat ke sana.
Sebuah kepala mendongak dari pintu
kelas, bersamaan dengan itu semua mata merasa begitu menyesal telah memusatkan
perhatian ke sana, semua… kecuali…Doni. Dengan mata terbelalak, tanpa berkedip Doni
melihat gadis bernama Lisa itu memasuki kelas dengan cekikikan memamerkan kawat
giginya yang menyembul.
Tak ada yang menarik dari gadis ini,
rambutnya dikuncir dua seperti candy-candy.
Tampangnya sok imut, tapi mungkin lebih tepatnya dibilang dummy, dia selalu cekikikan dan memutar-mutar poninya dengan
telunjuknya. Matanya nanar melihat ke sekelilingnya. Matanya ditutupi oleh
kacamata tebal, membuat penampilannya tak menarik sedikitpun.
“Salam kenal semuanya!! Namaku Lisa
Irwan, aku baru pindah dari Inggris.” Lisa memamerkan giginya yang dipenuhi
kawat gigi. Senyumnya benar-benar membuat perasaan tidak nyaman.
“Eh?” Lisa tiba-tiba termangu,
pandangannya lurus tertuju ke posisi dimana Doni duduk. Seketika itu, Doni
merinding.
“Kita sekelas!!” Senyumnya lebih merekah
dibandingkan sebelumnya,”Downy!!” Semua mata serentak menatap Doni, Doni saat
itu juga ingin sekali membuka jendela yang berada tepat dii sampingnya dan
terjun bebas, tapi… itu adalah pikiran terkonyol yang tak mungkin dia lakukan.
“Oh kebetulan sekali…Kamu mengenal salah
satu dari mereka?” Hanya Bu Leli yang terlihat senang dengan kebetulan tak
menyenangkan buat Doni itu.
Lisa mengangguk semangat tanpa
menghilangkan senyum yang mengerikan itu,” Aku dan Downy satu TK dan SD. Bahkan
selama SD kami selalu sekelas.”
“Ouuh!! Wow!! Sepertinya kalian jodoh
ya?? Hohoho.” Bu Leli lagi-lagi memperlihatkan respon yang menyayat perasaan
Doni. Lisa menunduk malu, terlihat sekali kalau dia senang mendengar perkataan
Bu Leli.
“Eheem, kalau begitu, Downy…” terdengar
suara cekikikan seisi kelas,”ehemm maaf maksudku Doni… kamu Ibu tugaskan untuk mengantar
Lisa berkeliling sekolah, kamu pastinya tidak keberatan kan?” Bu Leli
menampakkan senyum yang terlihat sangat mengerikan, senyum itu seperti berkata,
tolong aku…
Doni tertunduk lemas. Perasaan senang
tadi pagi langsung sirna tanpa bekas. Sepertinya mimpii buruk baru saja akan
dimulai… Doni menghembuskan nafas dengan berat. Dia benar-benar kembali…Apa jadinya masa SMA-ku!!! Arrghhh!!!!