<<Isi Hati adalah suatu misteri, tidak ada yang pernah tahu apa yang ada di hati seseorang, itulah yang membuat perasaan itu menjadi sesuatu yang spesial...yah entahlah>>
Namaku Ryo, umurku 17 tahun.
Mungkin bagi kalian yang telah berumur diatasku akan menganggapku anak kecil,
begitu pula dia. Cinta pertamaku, cinta yang entah kapan akan berbalas. Mungkin
menurut kalian, ini hanyalah cinta anak ABG yang datang dan pergi. Tidak… dari
dulu sampai sekarang perasaanku padanya tidak berubah, tidak pernah, tidak sedikitpun.
Tapi… ternyata seberapapun besarnya rasa sukaku padanya, dia akan tetap
menganggapku tidak pantas, tidak pantas untuknya. Tentu saja, alasan utamanya
adalah umurku. Selalu mengenai umurku.
“Ryo kun… mau berapa kali
kamu menembakku, jawabanku akan tetap sama. Aku benar-benar menganggapmu
sebagai adikku. Yah..Aku emang sayang sama kamu, tapi hanya sebagai adik, nggak
lebih dari itu.”
Aku hanya terdiam, aku
bahkan nggak bisa menggerakkan badan ini. Walaupun ini bukan kali pertama aku
menembaknya, aku masih susah menerima penolakan ini. Aku bahkan nggak ingat
sudah berapa kali aku melakukan hal konyol ini. Entah kenapa, aku selalu dan
tetap berharap suatu hari dia akan memiliki perasaan yang sama denganku.
Akhirnya aku memutuskan untuk tetap diam, dan dengan senyum dipaksakan
aku pergi meninggalkannya.
“
Kanzaki kun, a-aku su-suka sama kamu….”
Lagi…
satu gadis lagi akan mengalami patah hati olehku. Ini sudah terlalu sering, aku
sampai bosan menolak mereka. Aku bahkan sampai ingin menjadi laki-laki
berengsek yang nggak akan pernah disukai oleh perempuan manapun. Tapi… kalau
aku mengingat Mika, aku tidak bisa. Aku tidak akan berani menatapnya, walaupun
umurnya lebih tua dariku, dia sangat polos. Di pikirannya tidak ada abu-abu,
yang ada hanya hitam dan putih. Sifatnya yang seperti anak kecil, bahkan
membuatku benar-benar tak pernah menganggapnya lebih tua dariku.
“Ka..Kanzaki
kun?”
Aku
tersadar dari lamunanku. Kupandangi gadis itu. Manis. Tapi… aku sama sekali
tidak tertarik. Dengan berat hati aku mengatakan kata-kata yang aku sendiri
sangat membencinya.. kata-kata penolakan.
Seperti
biasa, gadis itu menangis. Sambil menunduk dia berlari meninggalkanku. Aku
benar-benar merasa seperti laki-laki yang tak punya perasaan.
“Wah…
Aku iri sama kamu Ryo… dalam sebulan sudah berapa gadis yang kau tolak. Keren
bro..”
“Keren
apanya? Aku capek.”
“Kenapa
nggak diterima aja, jangan bilang kamu masih mengharapkan Kak Mika. Sudahlah
Ryo… sampai kapanpun…”
Tanganku
entah kenapa langsung menyambar kerah Sano, aku pun tidak mengerti, aku hanya
tidak ingin mendengar lanjutan dari kata-katanya. Sano terlihat terkejut. Tapi…
dia tidak melawan, dia malah menghela nafas. Aku pun melepaskan genggamanku dari
kerahnya. Sano menepuk pundakku.
“Maaf… aku kurang sensitif.” Sano
merangkulku dan menggelitik pinggangku, sontak aku menggeliat geli. Kami pun
tertawa.
Malam
itu, aku lapar sekali. Orang tuaku dan adikku sedang mengunjungi bibi yang
sakit. Aku akhirnya dengan malas memutuskan untuk keluar mencari makan.
Tanpa
sengaja, aku melihat sesuatu yang tidak pernah, dan tak pernah ingin aku lihat.
Mika keluar dari mobil seseorang dan… orang tersebut mengantar Mika sampai di
gerbang rumahnya. Mika terlihat senang, dia tersenyum dengan manis ke pria itu.
Darahku terasa mendidih, tanpa pikir panjang, tanganku melayang di pipi pria
itu. Pria itu tersungkur, hidungnya berdarah, Mika berteriak histeris. Sambil
membantu pria itu berdiri, Mika melihatku dengan muka yang sangat menakutkan,
dia melotot, dia terlihat sangat marah…sangat marah. Badanku seketika terasa
lemas, aku bingung. Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku nggak bisa
mengontrol diriku? Tepat setelah Mika menutup pintu rumahnya sambil membopong
pria itu, aku terjatuh. Malu… aku malu menatap Mika… sekarang bagaimana?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Aku
nggak bisa bantu banyak, tapi … minta maaflah.”
Sano
menguatkanku. Sulit untukku menemui Mika. Tapi… aku harus melakukannya. Kalau
tidak, aku nggak akan pernah bisa tertidur pulas.
“Sudah
puas?”
Hari
itu, aku memberanikan diri bertemu dengan Mika. Dia terlihat masih marah.
“Maaf…
aku…”
“Aku…
ingin kamu jangan dekatin aku lagi.”
DEG…
aku benar-benar terkejut. “Bu..bukannya kamu menganggapku adik?” entah kenapa
kata-kata itu yang malah terlontar dari mulutku. Aku merasa terpojok, aku tak
bisa memikirkan kata-kata yang lebih tepat.
Mika
terlihat gusar.” Ya… ka-kamu emang udah aku anggap adik, tapi… kali ini kamu keterlaluan. Kamu tahu siapa
yang telah kamu pukul itu?”
Aku
terdiam, aku tidak terlalu peduli siapa orang itu.
“Bossku…dan…
tunanganku.”
Aku
merasa tersengat listrik. “A-apa? Tu-tunangan? Sejak kapan?”
Mika
menghela nafas,” Bulan depan, kami akan menikah.”
Aku
gusar, masih tidak percaya,” Bagaimana bisa, kapan…kapan kamu dan dia…” aku
nggak bisa berkata-kata lagi. Aku tidak bisa berpikir jernih. Aku selalu
memperhatikan Mika, aku merasa aku telah mengetahui semua mengenainya.
Menurutku kami cukup dekat, tapi... Bagaimana bisa aku tidak mengetahui dia
telah memiliki hubungan dengan pria lain, tanpa sepengetahuanku.
“Dia
adalah pria yang baik, dan dia sangat mencintaiku. Dia juga dewasa, dan aku
menyukainya…sangat menyukainya…aku harap kamu bisa mengerti.”
Sakit…dadaku terasa sakit sekali… aku
tidak tahan, aku tidak tahan lagi. Aku pun segera pergi tanpa memandangi Mika.
Berat, langkahku terasa sangat berat, tapi… aku tidak ingin mendengar Mika
menyebut pria itu lebih lanjut. Aku tidak mau tahu lagi, cukup…cukup.
“Ayah …
aku mau melanjutkan sekolah di luar negri.”
Ayah
begitu terkejut mendengar pernyataanku yang mungkin tak pernah terpikir
olehnya. Sebelumnya aku begitu ngotot tidak akan pernah kuliah keluar negri.
Ayah tersenyum lebar, dia tertawa bahagia. Berkali-kali dia memelukku, entah
kenapa aku bisa merasakan kebahagiaannya. Walaupun keputusan ini kuambil dengan
terpaksa, tapi… aku rasa inilah yang terbaik untukku, setidaknya saat ini. Aku
pastinya tidak akan sanggup untuk melihat Mika bersama pria itu.
***
“Selamat… seperti
biasa…no.1, hehe” Sano menggodaku. Aku hanya tersenyum.
Setelah mencoba untuk tidak
terlalu memikirkan Mika, entah kenapa aku merasakan beberapa hal baru yang
sebenarnya selalu aku alami. Mendapatkan peringkat terbaik dari dulu adalah hal
biasa buatku, hanya saja sekarang aku merasa sangat menikmatinya. Acara wisuda
berlangsung lancar, yah paling tidak begitu sampai…
“Selamat Ryo kun… aku bangga
padamu.”
Mika, datang dengan pria itu
sambil membawakan aku bunga. Pria itu tersenyum memandangiku, aku kesal. Aku
kesal, kenapa bukan aku yang berada di posisinya, aku kesal kenapa dia
tersenyum begitu hangat padaku, aku masih belum bisa menerima hubungan mereka.
Aku terdiam, tanpa ekspresi.
“Hmmm, maaf aku tidak pernah
menemuimu akhir-akhir ini. Aku takut mengganggumu, tapi… aku harap kamu tidak
berkeberatan menerima undangan dariku…” Mika seperti segan mengundangku, dia
terlihat ragu.
“Mika sangat mengharapkan
kedatanganmu…” Pria bernama Satoshi itu menambahkan.
Aku muak melihatnya,
wajahnya, senyumannya. “Aku tidak akan datang.” Sahutku mantab, “ Jangan pernah
berharap aku akan datang.” Aku menatap pria itu dengan tajam, dia hanya melongo
melihatku. “Kalau Cuma itu yang mau kamu sampaikan, aku pergi…”
Aku sudah bersiap pergi,
Mika memanggilku. “Maaf… tolong Ryo kun…
maafkan aku…” Aku membelakanginya, tapi terdengar jelas suara tangisannya.
Ingin aku berbalik, tapi… “Aku… bagaimanapun juga aku sudah menganggapmu
sebagai saudaraku, tolong jangan benci aku…” Mika terus terisak.
Tidak…tidak…kamu salah Mika.
Aku tidak pernah… dan tidak mungkin membencimu. Aku … aku hanya…
“Hentikan tangisanmu, aku tidak suka mendengar orang menangis. Kalau
kamu memang ingin aku datang, aku…aku akan datang.” Aku pun pergi tanpa berkata
apa-apa lagi. Tanpa melihatnya, tanpa menunggu reaksinya, tanpa mengharapkan
apa-apa…
Berkali-kali
aku melihat jam. Setengah jam lagi… 15 menit lagi… Aku semakin gusar. Akhirnya
tinggal 5 menit lagi… aku pun memutuskan untuk pergi, setelah sedari tadi
mondar-mandir di kamar.
Ternyata
aku tidak terlambat, walaupun aku berharap terlambat. Mika terlihat begitu
cantik, mukanya memancarkan kebahagiaan yang tak pernah kubayangkan. Wajahnya
terlihat lebih bersinar dibandingkan biasanya. Sulit kuterima, tapi… untuk
pertama kalinya aku merasa, pria itu pantas untuknya. Selama aku bersamanya,
dia tidak pernah menunjukkan wajah sebahagia itu. Hanya saat bersama pria itu
saja, wajahnya bisa terlihat begitu bahagia. Aku kalah…. Kalah telak. Mungkin …
inilah akhir cintaku…akan tetap bertepuk sebelah tangan…
***
Sudah 2 tahun berlalu,
walaupun belum hilang sama sekali. Aku sudah bisa melupakan Mika sedikit demi sedikit.
Mungkin agak sulit melepaskan berbagai memori tentangnya. Perempuan pertama yang kukenal selain ibuku adalah
dia, kami besar bersama. Aku terlalu terpesona dengan Mika, sampai tidak pernah
melihat perempuan lain. Tapi… aku mencoba, benar-benar mencoba kali ini.
Namanya Mizuki. Gadis
periang ini cukup menghiburku. Aku rasa takdirlah yang mempertemukan kami
beberapa kali di beberapa acara seminar. Pertama waktu di Berlin, kedua di
Ankara, ketiga di Busan, keempat di Paris, dan terakhir di London. Pertemuan
berkali-kali itu, akhirnya membuat kami menjadi teman, apalagi ketika aku mengetahui
kalau kami ternyata satu universitas. Dia begitu humoris, aku merasa nyaman
dengannya. Ngobrol dengannya bagaikan ngobrol dengan kawan lama, padahal aku
baru mengenalnya sebulan yang lalu. Hubungan itu, ternyata terus berlanjut,
sampai entah kenapa aku pun melamarnya. Mizuki terlihat begitu senang. Aku pun
untuk pertama kalinya, merasa begitu bahagia.
Mizuki adalah satu-satunya
wanita yang dekat denganku selain Mika. Melamarnya adalah keputusan yang berat
untukku, tapi .. aku tidak suka dengan tahap pacaran, menurutku itu hanya
membuang waktu. Aku sudah terlalu lama menunggu cintaku, saat ini aku merasa
Mizuki adalah gadis yang tepat untukku. Aku tidak mau menyesal untuk kedua kalinya.
Oleh karena itu, tanpa pikir panjang aku melamarnya. Segala resiko aku tempuh,
aku tidak pernah berharap Mizuki akan menerimaku. Walaupun terlihat dekat
denganku, Mizuki cukup populer, tak jarang aku mendengar teman-temanku
membicarakannya. Mendengar Mizuki menerima lamaranku, aku kira mereka akan
kecewa. Tapi… mereka malah bersorak senang. Ternyata, selama ini mereka suka
menggosipkan hubunganku dengan Mizuki.
Begitulah…tak lama kemudian
kami menikah…tepat setelah kami lulus kuliah. Tapi… setahun kemudian, ketika
Mizuki mengandung anak kami, aku mendapatkan kabar yang tidak menyenangkan.
Satoshi… suami Mika, meninggal karena kecelakaan mobil.
Aku dan Mizuki segera
bertolak dari Inggris. Awalnya aku melarang Mizuki ikut karena kandungannya,
tapi … dia memaksa. Mizuki telah mendengar semua ceritaku tentang Mika. Aku tidak
pernah menceritakan bagaimana dulunya perasaanku pada Mika, yang Mizuki tahu
hanyalah Mika yang selama ini bersikap layaknya kakak kandungku. Mizuki
terlihat begitu ingin bertemu dengan Mika. Mukanya terlihat khawatir ketika
mendengar berita itu. Dengan muka yang sangat memelas dia meminta untuk ikut,
aku tahu benar kalau mukanya sudah seperti itu, itu tandanya dia tidak akan
menyerah sampai keinginannya terpenuhi. Aku jarang mendapati mukanya begitu,
karena itu, ketika dia menunjukkan ekspresi itu, entah kenapa aku merasa aku
harus menurutinya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku tidak takut lagi bertemu
dengan Mika. Aku sudah memiliki Mizuki, dan menurutku aku mencintainya. Yah…
aku berharap rasa cinta itu lebih besar dari perasaanku ke Mika dulu. Tapi…
Perasaan apa ini? Kenapa dadaku sakit sekali melihat Mika menangisi suaminya.
Apakah aku masih menyukainya? Tidak… bukan… aku hanya simpati… yah hanya
simpati, bukan karena dulunya aku menyukai Mika, bukan… bukan.
“Apa itu kak Mika?”
Aku tersentak mendengar
suara Mizuki. Kupandangi wajahnya. Mizuki pun melihatku dengan heran. Kuyakini
diriku sekali lagi. Aku suami Mizuki, dan sebentar lagi aku akan memiliki anak.
Tidak… perasaanku ke Mika sudah tidak seperti dulu lagi… sudah tidak…
“Ryo?” Mizuki kembali
mengembalikan kesadaranku. Aku tersenyum kecil sambil mengangguk. Mizuki segera
mendekati Mika. Di elusnya punggung Mika dengan lembut. Perhatian Mika pun
tertuju ke arahnya. Lama dia memandangi Mizuki, namun tak lama setelahnya dia
melihat sekelilingnya. Lalu matanya terpaku padaku.
“Ryo kun?” Mika bangkit,
berjalan perlahan-lahan mendekatiku. Lalu terjatuh tepat selangkah didepanku,
aku segera menopangnya. Dia pingsan…
***
“Seharian dia tidak tidur,
dia terlihat begitu terpukul, setelah 5 tahun menikah, akhirnya dia mengandung,
tapi… suaminya malah meninggal…”
Tante Toda- Ibu Mika mengelus-elus rambut Mika.
Mika yang tertidur terlihat begitu pucat. Aku hanya terdiam, tak tega
melihatnya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Esoknya, aku mendapati Mika
masih memandangi foto suaminya. Dia tersenyum padaku ketika kudekati.
“Wah… kamu sudah terlihat
sangat dewasa sekarang Ryo kun, perempuan kemarin itu istrimu?”
“Yah… bagaimana menurutmu?”
Mika berfikir sejenak,” hmmm
dia gadis yang manis… kamu beruntung.” Entah kenapa Mika menampakkan mimik
sedih dibalik senyumannya.
Aku terdiam.
“Aku senang kamu akhirnya
bisa mendapatkan seorang istri yang begitu baik, sentuhan tangannya begitu
hangat.”
Aku tersenyum.” Terimakasih…
Kak Mika.”
Mika tersenyum,” aku senang…
kamu akhirnya memanggilku dengan sebutan Kak…” Mika terdiam.” Ryo kun… aku tahu
ini sebenarnya bukanlah sesuatu yang penting lagi… tapi entah kenapa aku ingin
sekali mengatakan ini padamu…”
Aku mengernyitkan kening.
Kenapa Mika menunjukkan muka yang begitu serius.
Mika memandangiku.” Maaf…
aku telah membuatmu banyak terluka, dan maaf aku selama ini nggak jujur ama
perasaanku.” Mika menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya perlahan,”
aku …” dia memandangiku,” sebenarnya aku menyukaimu dari dulu.”
Aku benar-benar terkejut.
Tapi… yang lebih membuatku terkejut adalah ketika melihat Mizuki dari bayangan
cangkir di depanku. Aku segera berbalik, terlihat Mizuki sangat shock. Mika pun
terkejut, dia segera bangkit dari tempat duduknya, dan seperti ingin menjelaskan
sesuatu, namun Mizuki sudah terlanjur berlari dari tempat itu. Aku mau mengejarnya,
namun Mika menarik tanganku.
“Tu..tunggu Ryo kun, aku
belum selesai… aku…”
“Bisa kita bicarakan lain
waktu?...” Aku gusar. Pernyataan Mika benar-benar membuatku kaget. Tapi… saat
ini Mizuki harus kutenangkan terlebih dahulu.
Tak susah mencari Mizuki. Kalau
dia menangis, dia akan mencari tempat yang paling tersembunyi, dimana tidak akan
ada orang yang menemukannya.
“Mizu?...” Mizuki masih
terisak, mendengar aku memanggilnya.
“A-apa maksud dari semua
itu, apa maksud dari kata-kata kak Mika itu, ka-kalian saudara kan, maksudku…
hubungan kalian…” Mizuki seperti susah mengendalikan diri, dia terlihat bingung
dengan kata-katanya sendiri.
Aku segera memeluknya,
mencoba memberikan dia ketenangan. Aku hanya terdiam, membiarkan dia menangis
sepuasnya. Setelah tangisannya mereda, aku pun mulai menceritakan semua, yah
semua tentang perasaanku dulunya kepada Mika, semua… tanpa aku tutupi lagi.
Mizuki benar-benar shock, sangat shock. Tapi… yang membuatku khawatir adalah
dia tidak mengatakan apa-apa sesudahnya, dia hanya terdiam. Dia bahkan tidak
bertanya apa-apa. Aku menjadi serba salah, aku sebenarnya ingin melupakan semua
masa lalu itu. Tapi… jauh dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku ingin Mizuki
mengetahuinya, aku tidak ingin ada rahasia antara aku dengannya. Apalagi itu
hanyalah masa lalu, walaupun masih ada bekasnya, itu tetap masa lalu…
Dingin… begitulah suasana
yang kurasakan setelah kejadian pagi itu. Mizuki terlihat tidak bersemangat,
Mika terlihat tidak nyaman. Aku menjadi lebih salah tingkah. Aku sebenarnya
ingin mendengar penjelasan Mika lebih lanjut. Aku percaya, ada kesalahpahaman
di sini, tapi… aku tidak mungkin berbicara dengan Mika saat ini. Kalau Mizuki
memergoki kami, dia kemungkinan akan lebih tidak percaya padaku. Saat aku
berfikir keras mencari solusi melumerkan suasana. Mika ternyata mengajak Mizuki
dan aku untuk bertemu. Mizuki terlihat enggan, tapi dia mengiyakan.
“Maaf… sebelumnya aku
bukannya ingin membuat ketegangan di rumah tangga kalian. Yah… aku tahu…
pernyataanku kemarin mungkin sangat mengejutkan Ryo ataupun Mizu… tapi… tolong
percayalah… aku benar-benar merestui hubungan kalian.”
Mizuki hanya terdiam, begitu
pula aku.
“Aku tahu, seharusnya aku
tidak perlu mengungkapkan sesuatu yang sudah lalu, aku hanya terus kepikiran,
dan … aku rasa aku harus mengungkapkan ini… sesuatu yang sudah menggangguku,
sampai hampir membuat hubunganku dulunya dengan Satoshi renggang.”
Mika melihat langit yang
saat itu gelap tanpa bintang. Mizuki tetap menunduk, dan aku… entahlah.
“Mungkin … aku memang
dulunya menyukai Ryo… setidaknya sampai kemarin ketika Satoshi meninggal,
barulah aku sadar dengan perasaanku.”
Mika memberanikan diri
memandangi Mizuki, yang kali ini memandang tajam ke Mika. Aku mengambil jarak
dari mereka.
“Apa maksudmu? Apa kamu
menikahi Kak Satoshi tapi… sebenarnya kamu suka sama Ryo?” suara Mizuki
bergetar.”
Mika mengangguk. “Itulah hal
yang paling aku sesali selama ini…Aku menyembunyikan perasaanku ke Ryo karena
egoku, dan telah mempermainkan perasaan Satoshi dan menyakiti Ryo berkali-kali…aku
benar-benar jahat.” Mika mulai terisak.
“Awalnya aku memang
benar-benar ingin melupakan perasaanku ke Ryo dengan menikahi Satoshi. Tapi… ternyata
semenjak Ryo keluar negri aku malah bertingkah aneh. Ternyata Satoshi sadar
dengan hal itu, hubungan kami sempat berantakan. Tapi… Satoshi benar-benar pria
yang hebat, dia benar-benar menunjukkan cintanya yang begitu besar dan tulus
kepadaku. Aku tersentuh… tapi… mendengar Ryo menikah, aku kembali membuatnya
terluka. Tak ada yang mengetahui semua ini. Kami selalu terlihat rukun, lamanya
kami menghasilkan keturunan pun kami tutupi dengan berbagai alasan. Satoshi
telah berbuat banyak untukku, dia tetap yakin suatu saat aku akan melupakan Ryo
dan mencintai dia.” Mika terdiam, tapi ternyata isakan tadi berubah menjadi
tangisan.
“Aku benar-benar menyesal…
kenapa aku baru menyadari semua pengorbaan, serta cinta tulusnya, setelah dia
meninggalkanku… sekarang aku benar-benar merasa kehilangan… 5 tahun bersamanya,
tapi pikiranku malah ke orang lain. Tapi… dia tidak pernah memaksaku untuk
mencintainya, yang dia lakukan adalah tetap menjadi suami dan laki-laki yang
baik untukku. Akhirnya aku luluh, aku berusaha mencintainya. Tapi… saat kabar
bahagia mengenai kehamilanku datang, Satoshi malah mengalami kecelakaan.“ Mika
menangis tersedu… dia sudah tidak bisa lagi membendung tangisannya. Mizuki
segera memeluknya. Aku tak tahu harus bagaimana.
Cerita Mika tadi seperti
sesuatu yang sangat tidak bisa kupecaya. Masih terlihat dengan jelas ekspresi
wajahnya yang begitu bahagia ketika menikahi Satoshi. Apa semua itu hanya acting? Sulit untukku
percaya… tapi bagaimanapun juga, kita memang tidak akan pernah mengetahui isi hati
orang lain…
Aku senang cintaku ternyata berbalas, walaupun aku sangat menyayangkan masa-masa sulit yang ditempuh Mika. Bagaimanapun juga ... aku bersyukur, Mika menolakku. Mendengar pernyataan Mika, sekarang aku sadar. Perasaanku ke Mika hanyalah masa lalu, saat ini cintaku hanya ke Istriku seorang. Orang yang selalu peduli, dan sangat mengerti aku. Aku tidak akan menyia-nyiakan orang ini..tidak akan…
Aku senang cintaku ternyata berbalas, walaupun aku sangat menyayangkan masa-masa sulit yang ditempuh Mika. Bagaimanapun juga ... aku bersyukur, Mika menolakku. Mendengar pernyataan Mika, sekarang aku sadar. Perasaanku ke Mika hanyalah masa lalu, saat ini cintaku hanya ke Istriku seorang. Orang yang selalu peduli, dan sangat mengerti aku. Aku tidak akan menyia-nyiakan orang ini..tidak akan…