Sabtu, 09 Mei 2015

Paman dimana... Samchun odiesso...

Yah... Setelah sekian lama memaksakan diri buat cerita, ternyata cerita ngalir aja waktu emang otak lagi pengen, ide seringkali dateng dan pergi tapi karena lagi g didepan si AhnGoo jadi g pernah disambut, akhirnya menguap gitu aja deh... ni ide cerita kebetulan singgah aja waktu aku lagi asik maen bareng AhnGoo, jadi yah gini deh... ceritanya mungkin rada...hmmm gimana gitu, tapi harapannya yg baca paling nggak, bakalan baca ampe kalimat terakhir, soalnya skitnya tuh di sini tu saat orang liat tulisan kita dan mereka cuma ngelirik aja, benar-benar disitu saya kadang merasa sedih, kalau aku nemu orang kayak gitu, aku bakalan lepasin anjing tetangga yang galak, dia dikejar anjing, eh aku yang ngejer anjingnya (takut ilang) gua mah gitu orangnya, hadeeh... kebanyakan komat kamit dah... maklum obatku udah abis seminggu yg lalu jadi masih susah ngerem. Ok dah.. moga ada yg baca, hahay... sumpah aku ngerasa ngenes banget nulis ini... Ah Ran... moga aja dia mau ngelanjutin, hiihi..

Paman dimana... Samchun Odiesso...
Aku orang yang sangat terorganisir, semua jadwalku setiap paginya telah aku atur di ingatanku. Tidak boleh ada satupun yang terlewat dan tidak sesuai dengan jadwal yang aku buat. Bahkan kedua anakku dan suamiku pun harus mengikuti setiap apa pun yang telah ku atur, karena aku akan manyun sepanjang hari kalau ada sedikit saja hal yang tidak sesuai dengan keinginkanku. Setiap pagi semua harus bangun tepat waktu, sarapan bersama sebelum memulai kegiatan, dan tidak boleh mendominasi kamar mandi. Tentu saja, aku akan bangun lebih pagi untuk mempersiapkan segala kebutuhan mereka, dan aku telah melakukan semua kegiatan ini kurang lebih 15 tahun, tanpa cela. Sampai akhirnya, sesuatu yang tak pernah terpikir bahkan masuk dalam daftar yang perlu aku pikirkan muncul tanpa memberikan aku waktu untuk mempersiapkan diri.
                “Selamat pagi tante,”Dua orang anak tanpa tau asalnya darimana menyapaku dengan riang tepat ketika aku membuka pintu pagi itu, tergurat senyum bahagia di wajah kedua anak ini yang membuat pagiku yang cerah mendadak mendung. Kedua anak ini terlihat tidak terurus, rambut mereka acak-acakan seperti tidak pernah disisir, wajah mereka kusam, baju mereka seperti diselimuti debu, mungkin kasarnya mereka seperti... gembel?
                “Kalian siapa?” tanyaku tanpa memberikan senyum ramah sedikitpun.
                “Ah... maaf aku lupa memperkenalkan diri,” Anak itu berdeham dua kali sambil merapikan rambut acak-acakkannya dan baju kumalnya, tentu saja itu tidak membuatnya tampak lebih baik,” Selamat pagi tante... namaku Rosa dan ini adikku Roni, kami adalah anak dari kakak suami anda.”Masih memberikan senyuman polos yang membuatmu seolah-olah merasa sangat jahat jika tidak membalasnya.
              “Kakak suamiku? Hahha... maksud kalian, kalian keponakan suamiku? Apa kalian pikir aku akan percaya begitu saja?”
                “Tentu saja tidak,” Anak bernama Rosa merogoh sesuatu dari tas kumal yang dia bawa,“Itu ayahku, dan sebelah kanan dari ayahku adalah Paman.”Dia memperlihatkan foto usang yang butuh usaha keras untuk memastikan wajah-wajah di dalam foto tersebut. Tentu saja aku tidak percaya, dan tidak mungkin percaya.
                “Maaf yah... aku tahu hidup di jaman sekarang itu susah, karena itu banyak yang melakukan penipuan... aku..”Belum saja aku menyelesaikan kata-kataku, anak kecil bernama Roni tiba-tiba memotong kalimatku.
                “Apakah kami terlihat seperti penipu?” Roni memandangku dengan wajah polos menggemaskan, mata bulatnya yang putih bersih berkedip-kedip sekali waktu, aku terdiam, lidahku kelu sesaat sampai aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Tapi... walaupun terdengar tidak enak, bagaimanapun juga kenyataannya mereka memang penipu.
                “Maaf yah.. tapi suamiku itu adalah anak sulung jadi dia mana mungkin memiliki kakak, jadi...” Aku tidak melanjutkan kata-kataku, karena kedua anak itu tiba-tiba terdiam, mereka menganga dan sekali-kali berkedip memandangku dengan tatapan kosong, “Kak, sepertinya kita salah orang lagi...” Roni melirik Rosa yang akhirnya menghela nafas berat. “Tinggal berapa rumah lagi yang harus kita kunjungi?” Roni merogoh kantong celananya dan mengeluarkan kertas berupa coretan-coretan alamat, lembar demi lembar mereka buka, sampai pada alamat rumahku, dengan lemas mereka mencoret alamat rumahku.
                “Maaf telah merepotkan anda...” Mereka membungkuk sambil mengucapkan maaf secara bersamaan. Terdengar suara mereka lemas karena kecewa. Aku menjadi merasa kasihan.
                “Hmm.. bagaimana kalau kalian mampir makan dulu? Kalian pasti lapar kan?”
                Kedua anak itu memandang satu sama lain, seketika wajah mereka ceria kembali. Aku pun mempersilahkan mereka masuk, untuk pertama kalinya,  aku merasa tidak terganggu dengan berubahnya jadwalku, sesekali hal seperti ini akan terjadi, aku memang tidak bisa memaksakan diriku untuk selalu sesuai dengan aturan yang kubuat. Anak-anak itu kupersilahkan mandi, bahkan kuberikan mereka baju anakku yang kira-kira muat untuk mereka.
                “Maaf yah, aku tidak punya anak perempuan, jadi yah cuma ini yang bisa aku berikan.”
                “Tidak apa-apa Tante, ini cukup nyaman, hmm aku boleh panggil anda Tante kan?.” Aku mengangguk sambil tersenyum, Rosa tersenyum riang, sesekali dia berputar-putar di depan cermin, Roni tak kalah cerianya ketika kuberikan ijin memainkan salah satu mainan Andi yang telah usang.
                Tak kusangka, aku menahan mereka cukup lama sampai tanpa kusadari, anak-anakku pulang dari sekolah.
                “Kalian siapa?” Dani dan Andi berdiri terpaku ketika melihat dua orang asing di rumahnya bermain-main dengan ceria bersama Ibunya, memakai baju mereka pula.
                “Eh! Itu gundam kesayanganku!” Andi merampas mainan kesayangannya dari tangan Roni, Roni terkejut. Matanya melotot, mulutnya menganga, terlihat badannya gemetar.
                “Andi! Mama tidak suka kamu bertindak kasar seperti itu!”
                “Habis...habisnya... dia..dia... “ Mata Andi seketika itu berair, aku segera menghampiri dan memeluknya, Andi seketika itu langsung menangis dengan suara yang sangat keras. Aku mencoba menenangkannya, kuelus-elus rambutnya dan kucium keningnya, lalu pelan-pelan kuingatkan dia untuk bisa bersikap lebih lembut dan ramah, untung saja dia anak penurut, dengan masih terisak-isak dia mendekati Roni yang masih terbelalak kaget, dipegangnya tangan Roni lalu dia serahkan mainannya.
                “Maaf, aku... tadi cuma kaget saja kok, mau maen bareng g?” Roni seketika itu langsung tersenyum, melihat senyum Roni Andi pun langsung tersenyum,”Aku punya mainan lebih banyak, kamu mau lihat?” Roni mengangguk, Andi pun tanpa pikir panjang menarik tangan Roni dan membawanya ke kamarnya.
                Aku tanpa sadar tersenyum geli melihat bagaimana anak kecil begitu mudah menjadi akrab, tapi senyumku tiba-tiba lenyap saat...
                PLAAAK
                “Hei! Kenapa kamu menamparku!”
                “Jaga sikapmu anak muda!”
                “Anak muda! Hah! Memangnya kamu kelahiran tahun berapa? Apa wajahmu ini tidak asli, jangan-jangan kamu pake ilmu hitam biar tetap awet muda yah...”
                “Apa! I-ilmu hitam!”Rosa yang tadinya marah-marah dan hampir mengangkat tangannya untuk memukul Dani tiba-tiba mengurungkan niatnya, keningnya berkerut dan samar-samar dia menggumamkan sesuatu.
                “Haahahahahahahahaha....”Dani yang tadinya sudah siap untuk dipukul, malah tertawa terpingkal-pingkal,”Kamu tidak tahu apa itu ilmu hitam? Ck..ck..ck..sepertinya badanmu aja yang besar tapi otakmu... hmmm....” Dani menatap Rosa dengan gaya meremehkan. Rosa yang kali ini merasa kalah hanya dapat terdiam sambil menggigit bibirnya.
                “Dani...”Aku akhirnya angkat bicara.” Kamu tidak sepantasnya berkata seperti itu kepada anak perempuan, dan juga... kenapa tadi kamu ditampar, apa yang sudah kamu lakukan?”
                “Ah... itu.. aku hanya memastikan dia cowok atau cewek... tapi dia malah  kege-eran.”
                “Ah! Itu tidak benar Tante! Dia... dia peluk aku tiba-tiba dan bilang kalau dada-ku ra-ta.”
                Dani menutup mulutnya, terdengar dia mencoba menahan tawa. Aku menghela nafas, anak jaman sekarang benar-benar terlalu blak-blakan. “Dani... minta maaf, bagaimanapun juga kamu telah bersikap yang tidak pantas pada seorang gadis, yang bahkan kau belum tahu namanya kan?”
                “Huh... aku tidak tertarik... dan bahkan tidak ingin tahu namanya, tapi... karena Mama minta... aku akan minta maaf.” Dani mengulurkan tangannya dengan masih memperlihatkan wajah meremehkan yang menjengkelkan. Rosa merasa berat, tapi karena dia hanya seorang tamu dia membalas jabatan tangan Dani,tapi... tiba-tiba dia menarik tangan Dani dan membisikkannya sesuatu,” Awas yah...” Rosa menyunggingkan senyum mematikan, matanya memandang tajam mata Dani yang hanya berjarak beberapa senti saat itu, Dani mengedip-edipkan matanya berkali-kali, sesaat tadi tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, untuk pertama kalinya wajahnya begitu dekat dengan seorang perempuan. Dani membisu, dia bahkan tidak memandang nakal wajah Rosa lagi. Aku tidak mengerti, tapi setelah itu dia selalu memalingkan wajahnya dari Rosa dan tanpa basa-basi menuju ke kamarnya. Rosa tersenyum, terlihat sekali dari wajahnya dia begitu puas.
                Tak berselang lama, Suamiku pun pulang. Dia nampak terkejut melihat ada orang asing di rumahnya. “Eh... Ma.. siapa mereka?”
                “Hmm...ini Rosa, dan ini Roni...mereka hanya, teman baru Mama.”
                “Teman baru? Hmm... kalian baru pindah kesini?”
                “Hmm...,” Aku bangkit dari tempat dudukku dan menarik lengan Suamiku, menjauhkannya dari Rosa dan Roni yang bingung mau menjawab apa,”Mereka itu sebenarnya sedang mencari Pamannya, kasihan mereka sudah mengunjungi berbagai rumah, tapi mereka tak kunjung juga menemukan Paman mereka, tadi mereka memperlihatkan aku foto, tapi... aku tidak dapat melihatnya dengan jelas,”bisikku.
                Suamiku tersenyum seolah-olah mengatakan jangan khawatir serahkan semua padaku, setelah menepuk pundakku untuk menenangkanku,tanpa pikir panjang dia langsung mendekati kedua anak itu sambil menampakkan senyuman ramahnya, “Hmm... aku boleh melihat foto itu?” kedua anak itu tersentak kaget, tapi langsung menyodorkan foto yang dimaksud.
                Suamiku adalah orang yang teliti, dan sangat penyabar, lama sekali dia memandangi foto itu, sampai akhirnya dia pun kembali memandang kedua anak itu,” Ayahmu... bernama Bagas Purnama Putra?”
                Rosa dan Roni tertegun,”Ba...bagaimana anda tahu? Anda kenal Ayah kami?” Suara Rosa bergetar, dipegangnya tangan Roni erat-erat.
                “Hmm... sebenarnya, Ayah kalian adalah sahabatku dari kecil, tapi... sewaktu Aku  melanjutkan kuliah keluar negeri, tiba-tiba kami kehilangan kontak, Aku baru tahu kalau Ayah kalian sudah menikah dan pindah ke kota. Waktu Aku mendapat kabar kalau Ayah kalian meninggal, Aku langsung mencari kalian tapi... kalian sudah pindah, kemana saja kalian selama ini? Kenapa kalian harus pindah?
                Roni dan Rosa tertunduk, Rosa menatap Suamiku kemudian menunduk kembali,”Ayah bangkrut, semenjak itu Ayah sakit-sakitan, rumah kami disita, dan kami terpaksa tinggal di pinggir jalan, Paman yang merupakan saudara Ayah satu-satunya adalah harapan terakhir kami, tapi... Paman... kami tidak tahu keberadaannya dimana, aku bahkan tidak yakin apa paman masih hidup atau tidak.”
                “Kenapa tidak lapor ke polisi? Atau mungkin posting ke internet?” Dani tiba-tiba nyeletuk, tapi ketika Rosa memandangnya dia langsung melihat ke arah lain.
                “Hmm... benar juga, kenapa kita tidak mencobanya?” Suamiku seperti biasa sangat optimis, dia menepuk pundak Roni dan Rosa, membuat kedua anak itu bersemangat.
                “Tapi... kami hanya punya foto ini, dan... kami hanya tahu nama panggilan Paman kami... kalau tidak salah Bejo.”
                “Jelas itu bukan nama asli,”Dani yang tadinya berada di meja makan kali ini menghampiri kami yang sedari tadi berada di ruang tengah, dia berdiri tepat di sebelah Rosa duduk, Rosa mendongakkan wajah memandangnya tapi Dani terlihat tidak perduli, matanya dia paksakan untuk fokus ke depan, sedangkan Andi dengan segera mengambil tempat duduk di sebelah Roni, mereka tersenyum sambil menampakkan gigi-gigi mereka yang tanggal.
                “Kalau Aku tidak salah ingat namanya Sigit Agung Leksono, anaknya pendiam jadi kami jarang bermain, hanya saja... Sigit yang Aku ingat adalah anak yang selalu beruntung, dikatakan begitu karena apa pun yang dia lakukan selalu memberikan hasil yang baik, Aku sih lebih menganggap dia cerdas.”
                “Paman kami memang cerdas! Dia seringkali membuat sesuatu yang tak masuk akal tapi segala apapun yang dia buat selalu berfungsi dengan baik, haha... makanya Ayah sering memarahi Paman yang setiap pulang selalu membawa barang rongsokan, tapi... Ayah akan terdiam saat barang-barang rongsokan tadi jadi berguna, hihi.” Rosa terlihat berseri-seri mengingat-ngingat kenangan indahnya.
                “Wah... Pamanmu benar-benar keren!.” Dani mengangkat kedua ibu jarinya dengan semangat, sepertinya dia sangat terpesona dengan sosok Paman Rosa. Rosa mengangguk sambil tersenyum manis ke arah Dani, seketika itu wajah Dani memerah, dia langsung memalingkan wajahnya, Rosa mengerutkan kening, heran dengan perubahan sikap Dani. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah anakku.
                “Baiklah... berhubung ini sudah malam, lebih baik kita makan dan istirahat, Papa juga harus ganti baju,” Aku akhirnya menuntaskan pembicaraan ini, aku rasa esok sepertinya aku akan sibuk.


                Bersambung dulu yah...

Yang ingin tahu kelanjutan cerita ini bisa membaca sambungannya di Rany Story


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LeeAne butuh saran dan komentarnya...
Berkomentarlah dengan bahasa baik And no SARA yah guys :)