Yah... Setelah sekian lama memaksakan diri buat cerita, ternyata cerita ngalir aja waktu emang otak lagi pengen, ide seringkali dateng dan pergi tapi karena lagi g didepan si AhnGoo jadi g pernah disambut, akhirnya menguap gitu aja deh... ni ide cerita kebetulan singgah aja waktu aku lagi asik maen bareng AhnGoo, jadi yah gini deh... ceritanya mungkin rada...hmmm gimana gitu, tapi harapannya yg baca paling nggak, bakalan baca ampe kalimat terakhir, soalnya skitnya tuh di sini tu saat orang liat tulisan kita dan mereka cuma ngelirik aja, benar-benar disitu saya kadang merasa sedih, kalau aku nemu orang kayak gitu, aku bakalan lepasin anjing tetangga yang galak, dia dikejar anjing, eh aku yang ngejer anjingnya (takut ilang) gua mah gitu orangnya, hadeeh... kebanyakan komat kamit dah... maklum obatku udah abis seminggu yg lalu jadi masih susah ngerem. Ok dah.. moga ada yg baca, hahay... sumpah aku ngerasa ngenes banget nulis ini... Ah Ran... moga aja dia mau ngelanjutin, hiihi..
Paman dimana... Samchun Odiesso...
Aku orang yang sangat
terorganisir, semua jadwalku setiap paginya telah aku atur di ingatanku. Tidak
boleh ada satupun yang terlewat dan tidak sesuai dengan jadwal yang aku buat.
Bahkan kedua anakku dan suamiku pun harus mengikuti setiap apa pun yang telah ku
atur, karena aku akan manyun sepanjang hari kalau ada sedikit saja hal yang
tidak sesuai dengan keinginkanku. Setiap pagi semua harus bangun tepat waktu,
sarapan bersama sebelum memulai kegiatan, dan tidak boleh mendominasi kamar
mandi. Tentu saja, aku akan bangun lebih pagi untuk mempersiapkan segala
kebutuhan mereka, dan aku telah melakukan semua kegiatan ini kurang lebih 15 tahun, tanpa cela. Sampai akhirnya, sesuatu yang tak pernah terpikir bahkan
masuk dalam daftar yang perlu aku pikirkan muncul tanpa memberikan aku waktu
untuk mempersiapkan diri.
“Selamat
pagi tante,”Dua orang anak tanpa tau asalnya darimana menyapaku dengan riang
tepat ketika aku membuka pintu pagi itu, tergurat senyum bahagia di wajah kedua
anak ini yang membuat pagiku yang cerah mendadak mendung. Kedua anak ini
terlihat tidak terurus, rambut mereka acak-acakan seperti tidak pernah disisir,
wajah mereka kusam, baju mereka seperti diselimuti debu, mungkin kasarnya
mereka seperti... gembel?
“Kalian
siapa?” tanyaku tanpa memberikan senyum ramah sedikitpun.
“Ah... maaf
aku lupa memperkenalkan diri,” Anak itu berdeham dua kali sambil merapikan
rambut acak-acakkannya dan baju kumalnya, tentu saja itu tidak membuatnya
tampak lebih baik,” Selamat pagi tante... namaku Rosa dan ini adikku Roni, kami
adalah anak dari kakak suami anda.”Masih memberikan senyuman polos yang
membuatmu seolah-olah merasa sangat jahat jika tidak membalasnya.
“Kakak
suamiku? Hahha... maksud kalian, kalian keponakan suamiku? Apa kalian pikir aku
akan percaya begitu saja?”
“Tentu
saja tidak,” Anak bernama Rosa merogoh sesuatu dari tas kumal yang dia bawa,“Itu
ayahku, dan sebelah kanan dari ayahku adalah Paman.”Dia memperlihatkan foto
usang yang butuh usaha keras untuk memastikan wajah-wajah di dalam foto
tersebut. Tentu saja aku tidak percaya, dan tidak mungkin percaya.
“Maaf
yah... aku tahu hidup di jaman sekarang itu susah, karena itu banyak yang
melakukan penipuan... aku..”Belum saja aku menyelesaikan kata-kataku, anak
kecil bernama Roni tiba-tiba memotong kalimatku.
“Apakah
kami terlihat seperti penipu?” Roni memandangku dengan wajah polos
menggemaskan, mata bulatnya yang putih bersih berkedip-kedip sekali waktu, aku terdiam,
lidahku kelu sesaat sampai aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Tapi...
walaupun terdengar tidak enak, bagaimanapun juga kenyataannya mereka memang
penipu.
“Maaf
yah.. tapi suamiku itu adalah anak sulung jadi dia mana mungkin memiliki kakak,
jadi...” Aku tidak melanjutkan kata-kataku, karena kedua anak itu tiba-tiba
terdiam, mereka menganga dan sekali-kali berkedip memandangku dengan tatapan
kosong, “Kak, sepertinya kita salah orang lagi...” Roni melirik Rosa yang
akhirnya menghela nafas berat. “Tinggal berapa rumah lagi yang harus kita
kunjungi?” Roni merogoh kantong celananya dan mengeluarkan kertas berupa
coretan-coretan alamat, lembar demi lembar mereka buka, sampai pada alamat
rumahku, dengan lemas mereka mencoret alamat rumahku.
“Maaf
telah merepotkan anda...” Mereka membungkuk sambil mengucapkan maaf secara
bersamaan. Terdengar suara mereka lemas karena kecewa. Aku menjadi merasa
kasihan.
“Hmm..
bagaimana kalau kalian mampir makan dulu? Kalian pasti lapar kan?”
Kedua
anak itu memandang satu sama lain, seketika wajah mereka ceria kembali. Aku pun
mempersilahkan mereka masuk, untuk pertama kalinya, aku merasa tidak terganggu dengan berubahnya
jadwalku, sesekali hal seperti ini akan terjadi, aku memang tidak bisa
memaksakan diriku untuk selalu sesuai dengan aturan yang kubuat. Anak-anak itu
kupersilahkan mandi, bahkan kuberikan mereka baju anakku yang kira-kira muat
untuk mereka.
“Maaf
yah, aku tidak punya anak perempuan, jadi yah cuma ini yang bisa aku berikan.”
“Tidak
apa-apa Tante, ini cukup nyaman, hmm aku boleh panggil anda Tante kan?.” Aku
mengangguk sambil tersenyum, Rosa tersenyum riang, sesekali dia berputar-putar
di depan cermin, Roni tak kalah cerianya ketika kuberikan ijin memainkan salah
satu mainan Andi yang telah usang.
Tak
kusangka, aku menahan mereka cukup lama sampai tanpa kusadari, anak-anakku
pulang dari sekolah.
“Kalian
siapa?” Dani dan Andi berdiri terpaku ketika melihat dua orang asing di
rumahnya bermain-main dengan ceria bersama Ibunya, memakai baju mereka pula.
“Eh! Itu
gundam kesayanganku!” Andi merampas mainan kesayangannya dari tangan Roni, Roni
terkejut. Matanya melotot, mulutnya menganga, terlihat badannya gemetar.
“Andi!
Mama tidak suka kamu bertindak kasar seperti itu!”
“Habis...habisnya...
dia..dia... “ Mata Andi seketika itu berair, aku segera menghampiri dan
memeluknya, Andi seketika itu langsung menangis dengan suara yang sangat keras.
Aku mencoba menenangkannya, kuelus-elus rambutnya dan kucium keningnya, lalu
pelan-pelan kuingatkan dia untuk bisa bersikap lebih lembut dan ramah, untung
saja dia anak penurut, dengan masih terisak-isak dia mendekati Roni yang masih
terbelalak kaget, dipegangnya tangan Roni lalu dia serahkan mainannya.
“Maaf,
aku... tadi cuma kaget saja kok, mau maen bareng g?” Roni seketika itu langsung
tersenyum, melihat senyum Roni Andi pun langsung tersenyum,”Aku punya mainan
lebih banyak, kamu mau lihat?” Roni mengangguk, Andi pun tanpa pikir panjang
menarik tangan Roni dan membawanya ke kamarnya.
Aku
tanpa sadar tersenyum geli melihat bagaimana anak kecil begitu mudah menjadi
akrab, tapi senyumku tiba-tiba lenyap saat...
PLAAAK
“Hei! Kenapa
kamu menamparku!”
“Jaga
sikapmu anak muda!”
“Anak
muda! Hah! Memangnya kamu kelahiran tahun berapa? Apa wajahmu ini tidak asli,
jangan-jangan kamu pake ilmu hitam biar tetap awet muda yah...”
“Apa! I-ilmu
hitam!”Rosa yang tadinya marah-marah dan hampir mengangkat tangannya untuk
memukul Dani tiba-tiba mengurungkan niatnya, keningnya berkerut dan samar-samar
dia menggumamkan sesuatu.
“Haahahahahahahahaha....”Dani
yang tadinya sudah siap untuk dipukul, malah tertawa terpingkal-pingkal,”Kamu
tidak tahu apa itu ilmu hitam? Ck..ck..ck..sepertinya badanmu aja yang besar
tapi otakmu... hmmm....” Dani menatap Rosa dengan gaya meremehkan. Rosa yang
kali ini merasa kalah hanya dapat terdiam sambil menggigit bibirnya.
“Dani...”Aku
akhirnya angkat bicara.” Kamu tidak sepantasnya berkata seperti itu kepada anak
perempuan, dan juga... kenapa tadi kamu ditampar, apa yang sudah kamu lakukan?”
“Ah...
itu.. aku hanya memastikan dia cowok atau cewek... tapi dia malah kege-eran.”
“Ah! Itu
tidak benar Tante! Dia... dia peluk aku tiba-tiba dan bilang kalau dada-ku ra-ta.”
Dani
menutup mulutnya, terdengar dia mencoba menahan tawa. Aku menghela nafas, anak
jaman sekarang benar-benar terlalu blak-blakan. “Dani... minta maaf,
bagaimanapun juga kamu telah bersikap yang tidak pantas pada seorang gadis,
yang bahkan kau belum tahu namanya kan?”
“Huh...
aku tidak tertarik... dan bahkan tidak ingin tahu namanya, tapi... karena Mama
minta... aku akan minta maaf.” Dani mengulurkan tangannya dengan masih
memperlihatkan wajah meremehkan yang menjengkelkan. Rosa merasa berat, tapi
karena dia hanya seorang tamu dia membalas jabatan tangan Dani,tapi...
tiba-tiba dia menarik tangan Dani dan membisikkannya sesuatu,” Awas yah...”
Rosa menyunggingkan senyum mematikan, matanya memandang tajam mata Dani yang
hanya berjarak beberapa senti saat itu, Dani mengedip-edipkan matanya
berkali-kali, sesaat tadi tiba-tiba jantungnya berdegup kencang, untuk pertama
kalinya wajahnya begitu dekat dengan seorang perempuan. Dani membisu, dia
bahkan tidak memandang nakal wajah Rosa lagi. Aku tidak mengerti, tapi setelah
itu dia selalu memalingkan wajahnya dari Rosa dan tanpa basa-basi menuju ke
kamarnya. Rosa tersenyum, terlihat sekali dari wajahnya dia begitu puas.
Tak
berselang lama, Suamiku pun pulang. Dia nampak terkejut melihat ada orang asing
di rumahnya. “Eh... Ma.. siapa mereka?”
“Hmm...ini
Rosa, dan ini Roni...mereka hanya, teman baru Mama.”
“Teman
baru? Hmm... kalian baru pindah kesini?”
“Hmm...,”
Aku bangkit dari tempat dudukku dan menarik lengan Suamiku, menjauhkannya dari
Rosa dan Roni yang bingung mau menjawab apa,”Mereka itu sebenarnya sedang
mencari Pamannya, kasihan mereka sudah mengunjungi berbagai rumah, tapi mereka
tak kunjung juga menemukan Paman mereka, tadi mereka memperlihatkan aku foto,
tapi... aku tidak dapat melihatnya dengan jelas,”bisikku.
Suamiku
tersenyum seolah-olah mengatakan jangan khawatir serahkan semua padaku, setelah
menepuk pundakku untuk menenangkanku,tanpa pikir panjang dia langsung mendekati
kedua anak itu sambil menampakkan senyuman ramahnya, “Hmm... aku boleh melihat
foto itu?” kedua anak itu tersentak kaget, tapi langsung menyodorkan foto yang
dimaksud.
Suamiku
adalah orang yang teliti, dan sangat penyabar, lama sekali dia memandangi foto
itu, sampai akhirnya dia pun kembali memandang kedua anak itu,” Ayahmu...
bernama Bagas Purnama Putra?”
Rosa
dan Roni tertegun,”Ba...bagaimana anda tahu? Anda kenal Ayah kami?” Suara Rosa
bergetar, dipegangnya tangan Roni erat-erat.
“Hmm...
sebenarnya, Ayah kalian adalah sahabatku dari kecil, tapi... sewaktu Aku melanjutkan kuliah keluar negeri, tiba-tiba
kami kehilangan kontak, Aku baru tahu kalau Ayah kalian sudah menikah dan
pindah ke kota. Waktu Aku mendapat kabar kalau Ayah kalian meninggal, Aku
langsung mencari kalian tapi... kalian sudah pindah, kemana saja kalian selama
ini? Kenapa kalian harus pindah?
Roni
dan Rosa tertunduk, Rosa menatap Suamiku kemudian menunduk kembali,”Ayah
bangkrut, semenjak itu Ayah sakit-sakitan, rumah kami disita, dan kami terpaksa
tinggal di pinggir jalan, Paman yang merupakan saudara Ayah satu-satunya adalah
harapan terakhir kami, tapi... Paman... kami tidak tahu keberadaannya dimana,
aku bahkan tidak yakin apa paman masih hidup atau tidak.”
“Kenapa
tidak lapor ke polisi? Atau mungkin posting ke internet?” Dani tiba-tiba
nyeletuk, tapi ketika Rosa memandangnya dia langsung melihat ke arah lain.
“Hmm...
benar juga, kenapa kita tidak mencobanya?” Suamiku seperti biasa sangat
optimis, dia menepuk pundak Roni dan Rosa, membuat kedua anak itu bersemangat.
“Tapi...
kami hanya punya foto ini, dan... kami hanya tahu nama panggilan Paman kami...
kalau tidak salah Bejo.”
“Jelas
itu bukan nama asli,”Dani yang tadinya berada di meja makan kali ini
menghampiri kami yang sedari tadi berada di ruang tengah, dia berdiri tepat di
sebelah Rosa duduk, Rosa mendongakkan wajah memandangnya tapi Dani terlihat
tidak perduli, matanya dia paksakan untuk fokus ke depan, sedangkan Andi dengan
segera mengambil tempat duduk di sebelah Roni, mereka tersenyum sambil
menampakkan gigi-gigi mereka yang tanggal.
“Kalau Aku tidak salah ingat namanya Sigit Agung Leksono, anaknya pendiam jadi kami
jarang bermain, hanya saja... Sigit yang Aku ingat adalah anak yang selalu
beruntung, dikatakan begitu karena apa pun yang dia lakukan selalu memberikan
hasil yang baik, Aku sih lebih menganggap dia cerdas.”
“Paman
kami memang cerdas! Dia seringkali membuat sesuatu yang tak masuk akal tapi
segala apapun yang dia buat selalu berfungsi dengan baik, haha... makanya Ayah
sering memarahi Paman yang setiap pulang selalu membawa barang rongsokan,
tapi... Ayah akan terdiam saat barang-barang rongsokan tadi jadi berguna, hihi.”
Rosa terlihat berseri-seri mengingat-ngingat kenangan indahnya.
“Wah...
Pamanmu benar-benar keren!.” Dani mengangkat kedua ibu jarinya dengan semangat,
sepertinya dia sangat terpesona dengan sosok Paman Rosa. Rosa mengangguk sambil
tersenyum manis ke arah Dani, seketika itu wajah Dani memerah, dia langsung
memalingkan wajahnya, Rosa mengerutkan kening, heran dengan perubahan sikap
Dani. Aku hanya tersenyum geli melihat tingkah anakku.
“Baiklah...
berhubung ini sudah malam, lebih baik kita makan dan istirahat, Papa juga harus
ganti baju,” Aku akhirnya menuntaskan pembicaraan ini, aku rasa esok sepertinya
aku akan sibuk.
Bersambung dulu yah...
Yang ingin tahu kelanjutan cerita ini bisa membaca sambungannya di Rany Story
Yang ingin tahu kelanjutan cerita ini bisa membaca sambungannya di Rany Story
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
LeeAne butuh saran dan komentarnya...
Berkomentarlah dengan bahasa baik And no SARA yah guys :)